Bandar Lampung (SL)-Pemerintah Provinsi Lampung, tidak respon terhadap persoalan lingkungan, termasuk BKSDA. Hal itu terlihat dari kasus kematian Ikan Dolpin yang Pantai Saumil, Wonosobo, Tanggamus, kemarin. Ikan langka yang hanya hidup di perairan Laut Lampung dan Australia itu terdampar dan mati, lalu dikubur aparat Polsek Wonosobo dan Desa terdekat.
Baca: Warga Sukaraja Heboh, Nelayan Payang Dapat Anak Buaya Muara
Baca: Sempat Dikira Hiu, Ikan Lumba Lumba Dolpin Terdampar di Pantai Saumil Wonosobo Akhirnya Mati
Padahal selain langka, Dolpin itu juga menjadi ikon daerah wisata Pesawaran, Tanggamus, Lampung Selatan dan Pesisir Barat, tapi respon terhadap kematian Dolpin itu dianggap angin lalu. Termasuk beberapa kali kasus Satwa yang betkonflik dengan warga, Buaya Muara Semaka dengan Warga Wonosobo, Gajah dengan warga Bandar Negeri Suoh, teranyar buaya tersangkut jaring nelayan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung, dan Harimau Tutul mengaum keluar hutan lalu sembunyi di bawah kandang ayam rumah warga.
Baca: Harimau Tutul Hutan Way Kambas Tersesat dan Sembunyi di Bawah Kandang Ayam Warga
Direktur Lembaga Konservasi 21 Lampung, Ir Edy Karizal, mengaku miris melihat respon Pemetintah di Provinsi Lampung terhadap penyelamatan satwa dan habitat lingkungan di Lampung. Terutama terkait dengan adanya lumba – lumba yang terdampar kemudian mati di pantai Saumil, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus.
Seharusnya, kata Edy kematian lumba – lumba musti menjadi perhatian oleh semua pihak, antara lain, Pemda Kabupaten Tanggamus, Pemprov Lampung dan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA). “Adanya kematian lumba-lumba menjadi perhatian serius pihak-pihak terkait. Apalagi lumba-lumba adalah maskot Kabupaten Tanggamus dan ikon wisata pantai Kiluan, Kabupaten Pesawaran,” kata Edy, dilngsir media Jumat 12 Juni 2020.
Penggiat lingkungan hidup ini menjelaskan, pihak terkait berkewajiban untuk melakukan penelusuran, kajian dan penelitian penyebab kematian lumba-lumba di Pantai Saumil itu. “Harusnya pihak BKSDA bersama dengan pemerintah daerah perlu merespon secara serius adanya kematian lumba – lumba. Harus diteliti dan di kaji apa penyebab kematian itu. Dan Harusnya Lampung punya Satgas penyelamat satwa langka dan ikon ikon Lmpung,” terangnya.
Mustinya, kata dia, perlu dilakukan otopsi lumba-lumba yang mati tersebut. Apakah karena faktor keracunan limbah atau akibat faktor lain. Itu perlu dilakukan croscek langsung. Sebab lumba – lumba adalah salah satu hewan yang masuk dalam daftar hewan yang dilindungi.
Pejabat BKSDA Lampung, Ripzon, saat dikonfirmasi, wartawan menyatakan bahwa pihak belum mendapatkan laporan, tentang adanya lumba-lumba yang mati di Pantai Saumil. “Kita belum dapat laporan dan informasi tentang hal itu,” kata Ripzon singkat.
Diberitakan sebelumnya, lumba – lumba terdampar dan mati di Pantai Saumil, Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Jumat 12 Juni 2020 sore. Sejumlah warga telah melakukan upaya penggiringan ke perairan. Namun gagal dan lumba-lumba akhirnya mati.
Polsek Wonosobo melakukan koordinasi antar Forkopimcam guna penanganan matinya hewan laut tersebut. Sebab banyak warga yang berkerumun penasaran ingin melihat secara langsung. “Hasil dari Koordinasi akhirnya bangkai ikan lumba-lumba itu dikuburkan di belakang balai Pekon Karang Anyar,” ujar Kapolsek Wonosobo, Iptu Juniko mewakili Kapolres Tanggamus AKBP Oni Prasetya, Jumat (12/6) malam.
Juniko mengatakan, sebelum ditemukan mati, lumba – lumba itu terdampar di pinggir pantai. Sejumlah warga berupaya menarik ke tengah perairan. Namun ikan kembali terdampar dalam keadaan mati. “Siang tadi masyarakat yang melihat lumba-lumba terdampar itu, menariknya kembali ketengah lautan, namun ikan tersebut akhirnya terdampar dan mati di tepi pantai,” terangnya.
Menurut Kapolsek pihaknya menerima kabar terdamparnya ikan lumba-lumba dari informasi masyrakat sekitar pukul 17.00 Wib. Namun karena banyak warga berkumpul di evakuasi menggunakan mobil patroli Polsek. “Bangkai ikan telah dikubur pada pukul 18.30 Wib tadi,” tutupnya. (jun/red)