Jakarta (SL)-Staf mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Retno Wahyudiarti mengaku diperintahkan menerima surat dari DPP PDIP yang akan diserahkan melalui dirinya. Hal tersebut disampaikan Retno Wahyudiarti saat menjadi saksi di persidangan kasus dugaan suap terkait pergantian anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dengan terdakwa saeful Bahri di Pengadilan Tipikor melalui video telekonferensi, Senin 13 April 2020.
Jaksa KPK, Kresno Anto Wibowo awalnya mempertanyakan kepada Retno mengenai perintah Wahyu Setiawan untuk menerima surat dari seseorang yang disebut Wahyu sebagai teman. “Selaku stafnya Wahyu, saudari saksi pernah tidak mendapat perintah dari Pak Wahyu ada orang yang mau datang mengantarkan amplop atau surat atau bingkisan?” tanya Jaksa Kresno yang diamini Retno.
Retno pun selanjutnya menjelaskan bahwa ia ditelepon oleh Wahyu Setiawan untuk menerima surat dari temannya. “Iya Pak (Jaksa), saya lupa tanggalnya, pokoknya saat jam makan siang. Saya ditelepon oleh Pak Wahyu Setiawan untuk menerima surat dari temannya,” ucap Retno.
Selanjutnya, Jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Retno. Di mana di BAP saksi Retno nomor 9, Retno menerangkan bahwa pada 17 Desember 2019 sekitar pukul 12.00 WIB ditelepon oleh Wahyu. “Iya (Wahyu) telepon kepada saya untuk menerima surat dari temannya, temannya akan datang,” jawab Retno.
Jaksa pun mendalami keterangan Retno terkait kata sebutan teman oleh Wahyu Setiawan yang dimaksud oleh Retno. “Bilang temannya?” tanya Jaksa. “Dia (Wahyu) bilang temannya. Enggak nyebut nama, ‘teman saya akan datang untuk mengirim surat, mohon diterima’ gitu aja. Di situ posisinya Pak Wahyu tidak ada di kantor,” jawab Retno sambil menirukan ucapan Wahyu.
Beberapa lama kemudian, kata Retno, seorang pria yang dimaksud Wahyu datang ke Kantor KPU RI dengan membawa beberapa surat untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan. Ia pun menjelaskan, seharusnya berdasarkan aturan, surat tersebut diterima TU arsip KPU dan mendapatkan surat tanda terima resmi.
“Nah ini karena saya ada perintah untuk menerima surat, saya enggak kepikiran surat itu tujuannya ke siapa. Setelah saya nerima tujuannya ke ketua. Saya enggak bisa keluarkan tanda terima resmi, yang bisa cuma TU arsip, saya sudah menawarkan untuk mengantarkan orang tersebut ke TU arsip tapi orang itu tidak mau karena perintah bosnya itu harus diterima oleh Mba Retno, gitu. Jadi saya terima karena dasar dari perintah Pak Wahyu,” ungkap Retno.
Jaksa kemudian mempertanyakan identitas ‘bos’ pembawa surat yang diserahkan kepada Retno. “Tidak menyebutkan (identitas) Pak. Setelah menerima pun, saya langsung koordinasi dengan Pak Wahyu, ‘Pak suratnya sudah saya terima, apakah diproses atau gimana gitu kan’. Kata Pak Wahyu ‘proses’. Jadi saya langsung prosedur persuratan gitu, saya mengantarkan ke TU arsip langsung sesuai prosedur persuratan KPU aja,” jelas Retno.
Sebelum dikirim ke TU Arsip KPU, Retno mengaku membuka salah satu surat yang diberikan kepadanya lantaran pria tersebut meminta surat tanda terima. “Saya buka satu, tapi enggak saya baca Pak. Jadi orang itu minta ada 4, saya rinci, satu itu apa, dua itu apa, tiga itu apa, empat itu apa. Tapi enggak saya baca, jadi saya habis ngasih tanda terima, saya bikin tanda terima sendiri bahwa sudah saya terima surat dari PDI-P. Setelah itu saya baru ke TU arsip setelah nanya ke Pak Wahyu,” terang Retno.
Mendengar penjelasan tersebut, Jaksa kemudian mendalami keterangan saksi bahwa urusan surat merupakan bukanlah kewenangan Wahyu Setiawan. Di mana, Wahyu Setiawan berada di divisi sosialisasi, pendidikan pemilih dan pengembangan SDM sebagai Komisioner KPU. “Nah sekarang kaitannya surat ini, sebenarnya divisi yang nangani atau Komisioner siapa yang harusnya menghandel?” tanya Jaksa.
“Ada divisi teknis Pak, Bu Evi. Makanya setelah saya kirim ke TU arsip, surat itu mungkin diteruskan ke ketua. Jadi surat dari ketua diposisikan ke komisioner divisi teknis, Bu Evi Novida Ginting. Jadi surat itu tidak ke Pak Wahyu,” tuturnya.
“Oke surat itu tidak ke Pak Wahyu jadinya? Ujung-ujungnya surat itu tidak turun ke Pak Wahyu?” tanya Jaksa kembali menegaskan. “Tidak,” pungkas Retno.
Diketahui dalam surat dakwaan, pria yang menemui Retno yang dimaksud ialah terdakwa Saeful Bahri yang menyerahkan surat DPP PDI-P 224/EX/DPP/XII/2019 tanggal 6 Desember 2019 untuk diserahkan kepada Wahyu.
Penyerahan surat itu terjadi setelah adanya tawar-menawar antara tersangka Agustiani Tio Fridelina yang diperintahkan oleh Saeful Bahri dengan Wahyu Setiawan. Wahyu Setiawan menyampaikan kepada Agustiani Tio meminta uang senilai Rp 1 miliar setelah Agustiani menyampaikan bahwa ada uang operasional sebesar Rp750 juta dari Saeful Bahri. (nt/red)