Jakarta (SL) – Menteri Perdagangan mengeluarkan surat edaran dengan nomor 82/M-DAG/SD/1/2019 mengenai harga eceran tertinggi (HET) ayam dan telur untuk bulan Januari hingga Maret. Namun dengan adanya edaran ini dinilai masih belum membantu peternak, sebab kondisinya harga jagung sebagai pakan utama ternak masih tinggi.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni menuturkan bahwa dengan naiknya HET yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan, yang diamankan hanya pasar saja. Sedangkan suply dan demand tidak diamankan oleh pemerintah. “Kalau begitu sama saja, apalagi sejak awal Januari tidak ada antisipasi apapun dari pemerintah terkait dengan kenaikan harga ini pada para peternak,” ucapnya saat dihubungi, Sabtu (2/2).
Pardjuni mengaku bahwa hingga saat ini kondisi peternak masih merugi. Hal ini karena dampak adanya harga jagung yang masih tinggi. Disamping itu stok barang yang sedikit, membuat pasakon lebih utama dialokasikan untuk pabrik. Sedangkan untuk peternak kecil masih kesulitan mendapat pakan. “Adapun jagung menjadi komponen pakan yang utama. Kalaupun ada pengganti, kualitasnya akan berbeda,” ucapnya.
Namun menurut Pardjuni kenaikan HET ini justru tidak menjadi solusi yang baik. Sebab nantinya jika HET tinggi maka harga di pasaran akan melambung. “Kalau harga di pasaran tinggi pemerintah pasti melakukan operasi pasar, padahal operasi pasar selalu kami dari peternak yang diminta menurunkan harga. Jadi sama saja kami yang dirugikan,” ucapnya.
Menurutnya solusi yang terbaik bagi peternak saat ini yakni dengan penyeimbangan suplai dan demand. Sehingga tidak terjadi fluktuasi harga yang ekstrim di peternak. “Saat ini harga lepas kandang untuk ayam di peternak Rp 16 ribu dan harga telur Rp 18 ribu. Kalau harga ini masih ideal bagi kami,” tandasnya. (net)