Bekasi (SL) – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membeberkan adanya kode atau sandi komunikasi berkaitan dengan suap terkait perizinan mega proyek Meikarta. Kode itu, dibongkar Jaksa KPK melalui hasil sadapan rekaman telepon yang diputar diruang persidangan, Senin (28/1/2019)
Sadapan itu, komunikasi antara Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Pemerintah Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor dengan perwakilan Lippo Group, Henry Jasmen P Sitohang terkait uang Rp1 miliar untuk rekomendasi pemasangan alat proteksi pemadam kebakaran di 53 tower proyek Meikarta.
Dalam rekaman yang diperdengarkan itu, Henry: Gini, aku gimana ya ngirim CD? Sahat: Kopi darat sajalah, Henry: Tapi aku mau berangkat ke Jawa, Sahat: Nanti aku telepon Asep (Asep Buchori Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan pada Dinas Damkar Pemkab Bekasi)
Henry: Gini aja, nanti ketemu di Kilometer 19 saja, Sahat: Jam berapa kira-kira?, Henry: Kita jam 12 berangkat, paling sebentar, lancar, jam 12 lewat.
Jaksa pun, langsung menanyakan pada Sahat yang tengah dihadirkan dalam persidangan mengenai betul tidaknya suara itu adalah suaranya. Sahat mengamininya. Lalu, Jaksa melanjutkan bertanya mengenai kode komunikasi itu. “Yang dimaksud CD itu apa?” tanya Jaksa pada Sahat dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LL RE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat.
“Saya tidak tahu. Saya tahunya Pak Asep lapor ke saya tahap dua jatuh tempo, karena sudah bulak-balik tapi belum juga cair,” jawab Sahat. “CD itu uang?” tanya Jaksa KPK lagi. “Itu pemahaman (saya) uang,” jawab Sahat MBJ Nahor (SMN)
Asep Buchori yang tengah duduk dikursi sebagai saksi dalam sidang itu pun ditanya Jaksa. Dia mengaku baru tahu CD itu adalah uang setelah menerimanya dari Henry. “Ternyata bungkusan itu uang, saya kaget. Tidak saya hitung saya berikan langsung ke Sahat. Setelah dihitung oleh Sahat ada Rp300 juta,” aku Asep.
Uang itu sambung Asep, kemudian dibagi menjadi dua dengan rincian Rp180 juta untuk Sahat dan Rp120 juta untuk Asep. Pemberian itu merupakan salah satu dari empat tahap pemberian dengan total kurang lebih Rp1 miliar. “Setelah dihitung, kebutuhan riil Rp20 juta per tower. Setelah dihitung (untuk 53 tower) muncul Rp1,060 miliar,” saut Sahat dalam persidangan yang duduk bersebalahan.
Dikatakan Sahat, hitung-hitungan itu sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun 2014 tentang Bangunan Gedung. Menurut Sahat, uang itu nantinya digunakan untuk pemeriksaan.
Realisasi Pemberian Suap
Sahat menyebut Asep langsung berkomunikasi dengan pihak Lippo Group mengenai uang itu. Pemberian uang disebut Sahat terjadi dalam sejumlah tahapan. “Ada empat tahapan,” kata Sahat.
Sahat merinci, pemberian tahap pertama dilakukan pada bulan Mei 2018. Saat itu bertemu dengan perwakilan Lippo Group bernama Henry Jasmen P Sitohang. Dia mengakui menerima Rp200 juta yang dimasukkan dalam mobilnya. “Rp200 juta dibagi dua yaitu Rp130 juta saya dan Rp 70 juta Asep, yang Rp130 juta itu kita kumpulkan untuk pembiayaan operasional pemeriksaan,” tuturnya.
Pemberian tahap kedua terjadi pada bulan Juni 2018 sebesar Rp300 juta. Untuk tahap ini, Sahat mengakui awalnya mendapat keluhan dari Asep karena uang tidak kunjung cair. Dia pun, menghubungi Sahat yang akhirnya menemui Asep di rest area KM 19 Tambun untuk pemberian uang. “Ada Rp300 juta dari Henry Jasmen. Rp180 juta saya, Rp120 juta Asep,” jelas Sahat lagi.
Tahap ketiga yang terjadi pada Juli 2018, Sahat kembali menerima Rp200 juta. Uang itu diterima Asep yang kemudian dibagi dua dengan Sahat dengan rincian Rp130 juta untuk Sahat dan Rp70 juta untuk Asep. Dalam pemberian tahap ini, Sahat mengaku baru mengeluarkan rekomendasi untuk 18 tower.
Pemberian terakhir pada 11 Oktober 2018. Sahat dan Asep menemui Henry yang memberikan amplop putih berisi dolar Singapura senilai Rp230 juta. Uang itu dibagi menjadi dua yaitu Rp60 juta untuk Asep dan sisanya untuk Sahat. Uang bagian Sahat diakuinya ada yang mengalir ke Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin.