Jawa Timur (SL) – Ribuan orang warga berunjuk rasa di pusat kota Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin (10/12/2018). Mereka menolak penambangan emas di Kecamatan Silo.
Warga berasal dari Desa Pace, Mulyorejo, Karangharjo, dan Sidomulyo. Dengan gegap gempita mereka menuju gedung DPRD Jember dan kemudian berjalan kaki menuju alun-alun yang berjarakan sekitar satu kilometer. Mereka bahkan mengajak Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi dan beberapa anggota Dewan bersama Kepala Kepolisian Resor AKBP Kusworo Wibowo untuk berjalan bersama-sama.
Sebelum menuju alun-alun, perwakilan demonstran melakukan pertemuan dengan anggota Dewan. “Saya ingin tahu partai apa yang mendukung izin tambang sehingga gubernur bisa merekomendasi,” kata salah satu perwakilan.
Para demonstran meminta DPRD Jember melakukan aksi nyata untuk menolak pertambangan di blok Silo. Mereka merasa selama ini anggota parlemen tak ada yang datang ke Silo untuk menanyakan kondisi terakhir dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Mereka mendesak agar ada revisi Rencana Tata Ruang Wilayah dengan tidak merekomendasikan Silo sebagai daerah pertambangan. Mereka kecewa seakan-akan persoalan tambang dibiarkan. Apalagi ternyata kemudian warga menangkap tangan investor dari China yang hendak masuk ke Silo tanpa pemberitahuan kepada warga.
Ayub Junaidi mengatakan, sejak awal DPRD menolak pertambangan emas. “Visi Peraturan Daerah RTRW Jember adalah terwujudnya keseimbangan pertumbuhan wilayah melalui pengembangan agrobisnis, pariwisata, dan usaha ekonomi produktif berbasis potensk lokal dalam pembangunan berkelanjutan. Kami tak menyebut tambang sama sekali,” katanya.
DPRD Jember juga berdebat dengan Pemerintah Provinsi Jatim. “Kamu paham dan ada rekomendasi NU bahwa mudarat pertambangan lebih banyak daripada manfaatnya,” kata Ayub. “Cuma sayangnya, Perda RTRW ini tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Jember dengan mengajukan Perda RDTR (Rencana Detail Tata Ruang). RDTR lebih rinci daripada RTRW karena itu turunannya. Di tiap kecamatan muncul potensi masing-masing. Kalau sudah muncul, tak boleh untuk kepentingan lain. Sayangnya Pemkab Jember tidak segera mengajukan perda RDTR tersebut,” kata Ayub.
Selain itu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terkait perizinan pertambangan ditarik ke Pemprov Jatim dan bukan ranah Pemkab. “Tapi kalau kita flash back, saat pada 2015 ada ramai-ramai PT Antam mau masuk Silo, Pak Penjabat Bupati Supaat mengundang semua tokoh masyarakat termasuk DPRD Jember dan Pemprov. Semua menolak tambang dan Pak Supaat bikin surat ke gubernur untuk menolak tambang. Jadi kalau sekarang ramai lagi, kami bingung,” kata Ayub.