Bandar Lampung (SL)-Selasa dinihari, tanggal 17 Mei 2005 lalu. Ribuan warga Bandar Lampung panik akibat gelombang pasang di Teluk Lampung. Kepanikan bertambah parah karena rumor muncul bahwa tsunami telah menenggelamkan sebagian daratan di Teluk Betung.Pada pukul 01.00 WIB.
Ribuan warga mulai berlarian keluar rumah. Mereka membawa sejumlah perabotan untuk mengungsi. Sebagian menggunakan kendaraan bermotor, tetapi kebanyakan berjalan kaki. Mereka berteriak-teriak dan menangis.
Kepanikan itu bermula dari informasi yang diumumkan melalui masjid dan mushola.
Kepanikan itu juga menjadi bukti rendahnya pemahaman warga tentang tsunami, yang selalu ditandai terjadinya gempa bumi. Kejadian itu juga menjadi bukti bahwa sosialisasi menghadapi ancaman tsunami tidak berjalan dengan baik.
Gempa dan tsumani di Palu sebaiknya kembali menyemangati pihak-pihak terkait untuk menggencarkan kembali terkait apa pun tentang tsunama. Utamanya, kemana warga mesti berlari jika gempa yang berpotensi tsunami terjadi?
Sejumlah daerah sudah membangun sejumlah shelter atau tempat berlindung untuk tsunami. Padang misalnya, sudah memiliki empat unit bangunan shelter yang berada di Tabing, Ulak Karang, Asrama Haji, dan Air Tawar.
Selain keempat shelter tersebut, terdapat 58 bangunan lain yang bisa difungsikan sebagai tempat evakuasi dari tsunami. Seluruhnya merupakan bangunan yang saat ini berfungsi sebagai kantor pemerintah, masjid, bank, pasar, hotel, hingga pusat perbelanjaan.
Bagaimana dengan kota ini. Sudah adakah rumah perlindungan jika suatu ketika tsunami tiba-tiba menghampiri.
Sinarlampung.com mewawancai sejumlah warga yang di bermukim di sekitar pantai Teluk Lampung, mulai dari Sukaraja hingga Sinar Laut. Hasilnya mencengangkan, semua warga yang ditemui mengatakan tidak tahu ke shelter mana akan berlari jika terjadi tsunami.
Sebagian besar mereka mengakui sering melihat plank-plank yang ditancapkan di tepi jalan. Plank-plank dimaksud adalah tanda penunjuk arah jalur yang menuntun warga harus berlari menuju lokasi berkumpul.
“Kalau plank-nya saya tiap hari lihat. Tapi kalau dimana rumah perlindungannya (shelter) saya tidak tahu. Apa ada?.” ujar Iip, warga Gubuksero, Telukbetung. (iwa)