Lampung Barat (SL) – Dengan menam berbagai jenis sayur-mayor/palawija seperti Kubis, Buncis, Terong, Worel, Tomat dan cabe, seakan menjadi sumber kehidupan bagi sebagian masyarakat Kabupaten Lampung Barat (Lambar) utamanya di Kecamatan Sukau, Lambar.
Hal tersebut terbukti dengan banyaknya hamparan hijau serta aktivitas petani yang terlihat saat melintasi Kecamatan tersebut.
Salah seorang petani sayur Iwan, warga Pekon Hanakau, Kecamatan Sukau mengatakan, hampir seluruh warga di pekon tersebut berprofesi sebagai petani sayur mengingat salah satu sumber kehidupan warga setempat adalah sayur mayur. “Bertani sayur merupakan sumber kehidupan dan hamper seluruh warga adalah petani,” jelasnya.
Iwan menambahkan, para petani sayur di wilayah itu setiap tiga bulan sekali menikmati hasil panen, denngan, menjual kepada gudang-gudang sayur milik para tengkulak mengingat di Lambar belum memiliki pasar tempat penualan hasil panen warga khusunya penjualan sayur-mayur.
“Sehingga, terkadang harga jual tergantung kepada tengkulak, petani tidak tau berapa harga berbagai jenis sayuran di pasar karena petani disini taunya harga yang di kataan tengulak,” imbuhnya.
Masih kata iwan, sampai saat ini pihak pemerintah terkait belum teralu perdulu ihwal sistematika penjualan hasil panen warga, dan dengan begitu para tengkulak lah yang mengatur harga penjualan petani.
Selama ini meskipun ada kelompok tani dan berbagai penyuluhan, serta bantuan para petani tidak terlalu merespon karena semua telah di kuasai tengkulak, bahkan modal penanaman seperti, pupuk dan pestisida para petani itu dimodali oleh tengkulak dan pada saat musim panen para petani, tidak di perkenankan menjual hasil panen kepada orag lain kecuali kepada tengkulak yang memberikan modal tersebut.
“Itupun dihitung dulu modalnya lalu hasil bagi dua, dan hasil panen tidak boleh dijual kepada siapa-siapa kecuali bos yang memodali petani itu dan harga tengkulak juga yang atur,” paparnya.
Iwan berharap kepada pemerintah terkait, untuk lebih memperhatikan kondisi para petani tersebut serta meciptakan pasar sehingga kehidupan petani sayur lambar tidak tergantung kepada para tenkulak. “Sayuran asal ambar ini sudah dikenal sampai ke mana-mana seperti di Jakarta dan pulau jawa, tapi yang mengenalkannya justru tengkulak bukan Dinas terkait,” pungkasnya. (net)