Bandarlampung (SL) – Proyek pembangunan menara masjid Al-furqon senilai Rp10 miliar yang dikerjakan oleh PT Bentang Kharisma Karya pada tahun anggaran 2017 diduga bermasalah.
Hingga masa kontrak kerja berakhir, selama 110 hari kalender, perusahaan itu tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang dimulai sejak 11 September 2017 itu sesuai dengan target (wanprestasi) .
Sehinga, Dinas Pekerjaan Umum melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut memutus kontrak dengan nomor: BAPK/D.4/PG/XII/2017 tertanggal 28 Desember 2017.
Hal itu mengacu dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Lampung, atas keuangan Pemkot Bandarlampung TA 2017.
Dalam berita acara pemutusan kontrak perjanjian kerja sepihak itu disebutkan bahwa prosentase pekerjaan hanya sebesar 34,44 persen atau senilai Rp 3.438.524.040 dan mensyaratkan pencairan jaminan pelaksanaan sebesar 5 persen dari nilai proyek atau sebesar Rp499.205.000.
Atas permasalahan itu BPK RI Perwakilan Lampung merekomendasijan kepada Dinas Pekerjaan Umun untuk memasukkan PT Bentang Kharisma Karya, pelaksana proyek tersebut ke dalam daftar hitam (blacklist) LKPP.
Kemudian, jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar Rp499.205.000 pada lembaga penjamin proyek untuk segera dicairkan dan disetorkan kepada kas daerah.
Saat dikonfirmasi terkait hal itu, Kabid Cipta Karya Dinas PU Bandarlampung, Supardi membenarkan bahwa proyek itu bermasalah.
Menurut dia, rekanan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sesuai kontrak kerja.
“Akibatnya, kami terpaksa memutus kontrak pekerjaan itu karena rekanan wanprestasi,” ujarnya saat ditemui harianmomentum.com Selasa (3/7/18).
Supardi mengatakan, saat ini pihaknya sedang memproses sanksi blacklist terhadap terusahaan itu.
“Sudah, sudah kami ajukan sanksi blacklist terhadap rekanan itu ke Inspektorat,” kilahnya.
Terkait jaminan pelaksanaan pekerjaan proyek itu, Supardi mengaku telah mencairkannya dari lembaga penjamin dan sudah menyetorkannya ke kas daerah yang dibuktikan dengan Surat Tanda Setor (STS) yang diserahkan ke BPK.
“Ya sesuai aturan, paling lambat 60 hari dari rekomendasi BPK harus dilaksanakan,” jelasnya.
Sementara Kepala Inspektorat Bandarlampung M Umar mengatakan hingga saat ini dirinya belum pernah membaca pengajuan sanksi blacklist tersebut.
Dia menjelaskan, sesuai aturan, Inspektorat hanya bersifat menerima pemberitahuan dari dinas terkait yang akan memberikan sanksi blacklist.
Selanjutnya kewenangan pemberi sanksi itu dikembalikan kepada PPK proyek tersebut.
“Kewenangan pemberian sanksi blacklist itu hak PPK, kami (inspektorat) hanya beesifat menerima pemberitahuan,” jelasnya.
M Umar juga mengaku, hingga kini dia belum pernah membaca surat pemberitahuan blacklist dari Dinas PU.
“Saya belun pernah baca soal usulan sanksi blacklist dari Dinas PU, nanti coba saya cek lagi di kantor apa surat itu sudah masuk apa belum,” ringkas M Umar saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Selasa (3/7/18). (red)