Kalimantan Selatan (SL) – Nahdatul Ulama (NU) menerapkan prinsip wilayah al-hukmi di dalam pemberlakuan hasil rukyah. Apabila di salah satu titik observasi di Indonesia menyaksikan hilal, maka kesaksian tersebut berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Pakar ilmu falak NU Kalimantan Selatan, Akhmad Syaikhu mengungkapan atas prinsip wilayah al-hukmi yang dipakai ormas Islam ini jelas untuk menganalisis masuknya awal bulan, selain data hisab lokal juga diperlukan data hisab secara nasional.
Dosen UIN Antasari Banjarmasin ini mengungkapkan data hisab nasional menunjukkan bahwa peristiwa ijtimak di seluruh Indonesia terjadi sesudah matahari terbenam. Bahkan, menurut dia, di seluruh wilayah Indonesia bulan terbenam lebih awal dari matahari, artinya ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia negatif, yaitu berkisar pada ketinggian antara -1.64 derajat di Sulawesi Utara dan -0.05 derajat di Pelabuhan Ratu Jabar;
“Jadi, sudut jarak matahari dan bulan dari lokasi pengamatan di Indonesia berkisar antara 4.74 derajat di Sumatera Barat sampai dengan 5.37 di Jayapura. Begitupula, usia hilal sejak peristiwa ijtima’ hingga terbenam matahari di Indonesia berkisar -3.35 jam di Merauke dan -0.02 jam di Sabang,” ucap mantan Ketua Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Kalsel ini kepada wartawan Senin (14/5/2018).
Ia mengungkapkan data hisab ini cukup untuk menyatakan bahwa awal Ramadan 1439 harus jatuh pada Kamis 17 Mei 2018. Bahkan, kata Syaikhu, Forum Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) menyaratkan untuk rukyah harus memenuhi kriteria kumulatif sebagai berikut: tinggi hilal minimal 2 derajat, jarak sudut bulan-matahari minimal 3 derajat atau umur bulan minimal 8 jam (disebut kriteria: 2-3-8). “Data hisab pada 29 Syakban 1439 H di Indonesia menunjukkan bahwa hilal aspek ketinggian dan usia bulan tidak memenuhi kriteria imkan al-ru’yah,” cetusnya.
Dengan begitu, menurut dia, karena ketinggian hilal di bawah ufuk dan usianya minus, maka mustahil bisa dirukyah. “Nah, jika ada klaim rukyah, menurut saya kesaksian itu harus ditolak dengan alasan ilmiah dan syar’i,” tandas Syaikhu. (red)