Tanggamus (SL)-Adanya dugaan pungutan liar (pungli, red) dalam pembuatan sertifikat Prona di Pekon Sidodadi, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus segera disikapi pihak Kejaksaan Negeri (Kejari ) Tanggamus.
“ Segera kita lakukan pemanggilan kepada kepala desa Sidodadi, Wasikun untuk dimintai keterangan terkait dugaan pungli yang ada dalam pemberitaan,’ kata Kasi Intel Kejari Tanggamus, Amrullah kepada Medinas Lampung, Selasa (17/04).
Sementara itu Kepala Pekon Sidodadi, Wasikun yang berhasil dikonfirmasi Medinas Lampung membantah soal dugaan pungli tersebut. Wasikun mengatakan, dari awal sudah ada kesepakatan antara masyarakat mengenai nilai besaran pembuatan sertifikat proran senilai Rp 500-600 ribu.
“Bahkan kami sepakat membuat berita acara masing-masing menanda tanggani surat tersebut.
Jadi dimana letak aparat kami pungli, “ kata Wasikun seraya mengatakan dirinya tidak tahu persis masalah itu, semua teknis terkait program Prona itu Pokmas yang mengatur.” Saya hanya mengetahui saja dan menerima laporan dari pokmas, Selasa (16/04).
Sementara menyikapi keluhan masyarakat tentang adanya dugaan pungli program prona di Pekon Sidodadi, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Sekertaris Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Khoiri angkat bicara, kalaupun itu benar ada pungli dipekon tersebut terkait masalah prona harus ditindak lanjuti.“ Karenaitu sudah jelas perbub untuk pembuatan prona hanya 200 ribu,’ kata khoiri kepada Medinas Lampung, Selasa (17/04).
Sebelumnya, Sebanyak 50 warga Pekon Sidodadi, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus akan membuat surat pernyataan adanya dugaan pungutan liar pembuatan sertifikat Prona. Inisiatif warga ini dikarenakan tidak adanya kejelasan penanganan atas tindakan diduga pungli atas pembuatan sertifikat Prona oleh pihak berwenang. Belum lagi ditambah adanya informasi yang menyebutkan Ketua Pondok Kerja Masyarakat (Pokmas) pekon setempat diduga menghilang.
Edy Purnomo salah satu warga pekon Sidodadi mengungkapkan, oknum Ketua Pokmas menetapkan biaya pembuatan sertifikat Prina dengan besaran bervaraitif. “Ada yang diminta sebesar Rp500-600 ribu. Kenapa warga menduga ini pungli, karena biaya yang umumnya hanya sebesar Rp 200 ribu,” ungkap Edy kepada koran Medinas Lampung baru-baru ini.
Meski mengetahui besaran biaya hanya Rp 200 ribu, namun karena niat warga sangat kuat untuk mendapatkan sertifikat Prona, maka warga akhirnya menyetorkan biaya sebesar Rp500-600 ribu kepada oknum aparatur Pekon Sidodadi yakni M Tohiri dan Sutrisno.” Pembayarannya dengan cara dicicil/panjer sebesar 200.000 ribu rupiah pada tahun 2017. Tetapi sampai sekarang sertifikat prona belum juga diterima, khususnya bagi warga yang belum melunasi sisa pembayaran pembuatan sertifikat prona itu,” kata Edy.
Bukan hanya itu, aparatur pekon juga diduga menetapkan biaya tambahan sebesar Rp 150 ribu. Biaya sebesar itu ditujukan bagi warga yang tidak memiliki surat-surat tanah sebagai syarat untuk pembuatan sertifikat Prona.
“Saya sudah bayar Rp. 200.000 ribu dari nilai yang diminta oknum sebesar Rp 500 ribu. Sisanya nanti dilunasi kalau sudah ada sertifikatnya,” tandas Edy seraya menunjukkan lembaran kertas sejumlah warga Pekon Sidodadi yang sudah membuat surat pernyataan atas penarikan biaya pembuatan sertifikat Prona.
Sementara itu saat dikonfirmasi, Kepala Pekon Sidodadi, Kecamatan Semaka, Wasikun, belum dapat dikonfirmasi. Terkait hal itu istri Kepala Pekon (Wasikun), mengatakan suaminya sedang tidak ada dirumah.
“ Bapak sedang ada di lokasi banjir. Mengenai besaran biaya pembuatan sertifikat prona itu sudah ada kesepakatan dan persetujuan masyarakat, “ kata istri Wasikun kepada Medinas Lampung di kediaman kediaman Wasikun, Rabu (04/04). (mds/nt*)