Pringsewu, sinarlampung.co – Pengelolaan anggaran Dana Desa (DD) yang direalisasikan untuk berbagai kegiatan di Pekon (desa) Pardasuka Induk, Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Pringsewu selama beberapa tahun terakhir diduga rawan penyimpangan. Sebab, dari sekian banyak kegiatan yang telah dilaksanakan, beberapa diantaranya tidak terealisasi secara penuh alias fiktif.
Berdasarkan informasi yang dihimpun sinarlampung.co, dugaan ini muncul pada sejumlah kegiatan sepanjang Tahun Anggaran (TA) 2020-2023 di masa jabatan Kepala Pekon Pardasuka sekaligus Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Pringsewu, Jevi Hardy Sofyan.
Diketahui sebelumnya, Jevi Hardy Sofyan yang menahkodai Apdesi Pringsewu dilaporkan atas dugaan pengondisian program dana kebersamaan yang melibatkan 127 kepala pekon di sembilan kecamatan di Pringsewu. Adapun dana setoran yang diterima Apdesi Pringsewu yakni sebesar Rp60 juta per pekon. Dari Apdesi, setoran dana kebersamaan kemudian mengalir ke 12 organisasi pers yang ada di Kabupaten Pringsewu.
Dana tersebut dikatakan untuk pembayaran jasa publikasi seluruh media yang tergabung di 12 organisasi pers tersebut. Namun dalam penyalurannya, dana tersebut juga diduga rawan permainan.
Berita Terkait: Apdesi Pringsewu Dilaporkan ke APH
Mencuatnya persoalan tersebut membuat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lacak berinisiatif melaporkan Apdesi Pringsewu ke Kejaksaan Negeri dan Inspektorat.
Adapun sejumlah kegiatan di Pekon Pardasuka yang diduga fiktif, salah satunya adalah pembangunan Taman Bukit Salak. Berdasarkan data jaringan pencegahan korupsi, besaran dana yang dianggarkan untuk kegiatan ini yakni kurang lebih sebesar Rp89.416.500 yang bersumber Dana Desa. Kemudian di tahun Rp98.791.000 untuk membuat alun-alun Taman Bukit Salak.
Menurut keterangan IL, salah satu sumber sinarlampung.co, bahwa status lahan yang dipakai untuk pembangunan Taman Bukit Salak awalnya milik Husein. Husin sendiri dulunya merupakan warga Pekon Pardasuka.
“Dulunya tanah yang kini dibangun Taman Wisatawan Bukit Salak punya Husein. Karena saya tahu persis yang terjadi pada saat itu. Walaupun mas tidak bertemu dengan Husein saya pun bisa menjelaskan semuanya,” kata IL.
IL menjelaskan, sebelum menjadi lokasi wisata yang kini dikelola pemerintah pekon, Husein selaku pemilik pertama lahan awalnya membangun sejumlah gazebo yang terbuat dari bambu termasuk melakukan pengecoran lantai yang disewakan untuk berdagang.
“Sedangkan Jevi hanya membuat tulisan Taman Bukit Salak dan bangunan permanen yang seperti pos satpam itu, yang sebelah kiri nah itu yang dibangun oleh Jevi,” katanya.
Sementara, lahan wisata yang sebelumnya milik Husein lalu diserahkan kepada pekon dalam hal ini Kepala Pekon Pardasuka, Jevi. Namun, IL tidak tahu apakah tanah tersebut dihibahkan atau diberikan secara cuma-cuma.
“Tanahnya memang diberikan oleh Husein kalau sudah bikin surat hibah atau belum ya saya juga nggak tahu kalau soal itu mas,” kata IL yang mengaku paham betul riwayat lahan yang kini dijadikan destinasi wisata tersebut.
Kemudian pembangunan jembatan di Dusun Sinar Jaya menuju Kubu Munir dengan pagu Rp42.229.000. Setahu IL, jembatan tersebut dibangun dan dibiayai oleh pemilik toko Mas Sepakat bernama H. Siblik, bukan dibiayai pemerintah pekon setempat.
“Jembatannya yang mana mas karena jembatan yang dibangun di daerah kebon pisang arah ke Kubu Banir itu. Setahu saya yang membangun dan yang membiayai adalah pemilik toko mas sepakat Haji Siblik. Jembatan yang tepatnya berada di dusun Sinar Jaya kebon pisang itu memang arah ke kubu banir tapi kalau di Kubu Banir setahu saya tidak ada jembatan yang dibangun.
“Kalau jembatan di kebon pisang itu saya dan masyarakat sekitar yang ikut membangun. Adapun material Haji Siblik yang menyiapkannya, kalau tidak salah pada saat itu hampir habis sekitar Rp30 juta,” jelas IL.
Selain pembangunan Taman Wisata Bukit Salak dan jembatan, dugaan fiktif lainnya terjadi pada kegiatan pengadaan lampu tenaga surya senilai Rp91 juta pada 2021, Rp14 juta pada 2022, dan Rp32.500.000 pada 2023. Sehingga total anggaran untuk pengadaan lampu tenaga surya di Pekon Pardasuka Induk dalam kurun waktu tiga tahun yakni sebesar Rp137 juta.
Belum lagi plang rumah adat Rp25 juta yang dianggarkan pada tahun 2023. Fakta di lapangan plang tersebut hanya dibuat 4 buah. Sedangkan biaya pembuatan per satu plang hanya sekitar Rp1 juta saja. Namun keberadaan kandang yang dimaksud masih menjadi pertanyaan.
“Selain itu, pada 2022 ada produksi pengelolaan kandang Rp41.250.000. Namun kandang apa yang dimaksud itu tidak jelas. Kalau memang kandang apakah kandang kambing, kalau kandang kambing itu mas bukan milik desa tapi milik perorangan,” kata warga.
Terkait dugaan sejumlah kegiatan fiktif tersebut, tim sinarlampung.co mencoba menemui Jevi selaku Kepala Pekon di kantornya. Namun, salah seorang aparatur pekon menyebut jika Jevi sedang berada di luar. Saat dihubungi melalui telepon seluler, Jevi tidak merespon. (Mahmuddin)