Pesawaran, sinarlampung.co – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Triga Nusantara Indonesia (Trinusa) Provinsi Lampung mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut dugaan korupsi dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) se-Kabupaten Pesawaran.
Hal itu di sampaikan oleh Sekretaris Jenderal Trinusa, Faqih Fakhrozi, menyebut adanya indikasi Dugaan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) fiktif untuk kegiatan yang tidak direalisasikan di seluruh Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Pesawaran. “Dinas Kesehatan sebagai pengawas wajib bertanggung jawab atas kelalaian ini,” tegas Faqih dalam konferensi pers di Bandar Lampung, Sabtu, 26 April 2025.
Menurut faqih, dana BOK yang seharusnya dialokasikan untuk program kesehatan dasar, pencegahan stunting, dan layanan darurat, justru dikelola secara tidak transparan. Investigasi awal menemukan diduga adanya kegiatan fiktif, seperti pelatihan kesehatan atau pengadaan alat medis yang tidak terbukti di lapangan. Faqih menyebut kerugian negara berpotensi mencapai miliaran rupiah mengingat alokasi BOK Kabupaten Pesawaran pada 2024 mencapai puluhan miliaran rupiah.
“Dana BOK adalah hak masyarakat untuk akses kesehatan yang layak. Jika diselewengkan, ini sama saja dengan membunuh perlahan,” tambah Faqih, merujuk pada risiko meningkatnya angka stunting di Kabupaten Pesawaran.
Faqih menegaskan, dugaan korupsi ini dapat dijerat dengan:
1. UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), khususnya Pasal 2 dan 3 terkait penggelapan anggaran negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
2. Peraturan Pemerintah No. 12/2019 tentang Pengelolaan Dana BOK yang mewajibkan penggunaan dana sesuai prioritas kesehatan, seperti pencegahan stunting dan pelayanan darurat.
3. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur akuntabilitas pengelolaan dana publik.
Sebagai preseden, LSM Trinusa mengacu pada kasus Tati Diana Sari, Plt. Kepala Puskesmas Rawat Inap Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, yang didakwa korupsi dana BOK senilai Rp988 juta pada 2021-2022. Tati diduga memotong 40% dana kegiatan dan membuat laporan fiktif, seperti pengadaan alat kesehatan yang tidak nyata. Kasus ini sudah disidangkan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang.
“Kasus Tati membuktikan bahwa korupsi BOK bukan isapan jempol. Ini adalah contoh nyata bagaimana sistem pengawasan di Dinas Kesehatan lemah,” tegas Faqih.
Trinusa mendesak Kejaksaan dan KPK untuk:
1. Mengaudit laporan keuangan seluruh Puskesmas dan RSUD di Pesawaran.
2. Menelusuri aliran dana yang dicurigai mengendap di rekening pribadi oknum.
3. Meminta Dinas Kesehatan membuka akses data BOK kepada publik sebagai bentuk transparansi.
Faqih juga mengajak masyarakat untuk lebih kritis mengawasi penggunaan dana kesehatan. “Masyarakat harus peka. Laporkan jika ada indikasi penyelewengan, karena dana BOK adalah nyawa bagi warga miskin dan anak stunting,” serunya .
Masyarakat Pesawaran menyoroti dampak korupsi ini. “Dana BOK seharusnya untuk stunting dan layanan darurat, bukan dikorupsi. Kami khawatir angka kematian ibu dan bayi meningkat,” ujar Siti, warga Kedondong.
Berdasarkan Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) 2024 yang dirilis BPS, skor Indonesia turun menjadi 3,85 dari 3,92 pada 2023. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dalam melawan korupsi.
Hingga berita ini diturunkan, Dinas Kesehatan Pesawaran belum memberikan tanggapan resmi. Konfirmasi melalui telepon selulernya tapi belum Ada tanggapan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran, dr. Amelia.(Mahmuddin)