Bandar Lampung, sinarlampung.co-Kejaksaan Tinggi Lampung menetapkan dua pejabat PT Waskita Karya, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (Terpeka) pada segmen STA 100-200 S/D STA 112+200 Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2017-2019, dengan kerugian negara mencapai Rp66 Miliar.
Baca: Kejati Lampung Garap Korupsi Proyek Jalan Tol PT Waskita dan PT JJC Tahun 2017-2018 Rp1,25 Triliun
Keduanya pejabat di BUMN itu Widodo (WM alias WDD) selaku Kasir Divisi V Tim Proyek Waskita Karya dan Juanta Ginting (TG alias TWT), Kepala Bagian Akuntansi dan Keuangan Divisi V PT Waskita Karya. Keduanya langsung menggunakan rompi tahanan, usai menjalani pemeriksaan di Kantor Kejati Lampung pada Senin 21 April 3025 malam.
Dengan tangan diborgol digiring petugas kejaksaan dan Polisi Militer, menuju mobil tahanan, dan dibawa ke Rutan Way Huwi. Namun keluar dengan membisu. Satu tersangka berusaha menutupi wajah menggunakan kertas map, dan keduanya tidak bersedia memberikan keterangan apapun kepada awak media.
Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya mengatakan kedua tersangka ditahan di rutan kelas I Way Huwi selama 20 hari untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, penyidik meningkatkan status saudara WM alias WDD dan saudara TG alias TWT menjadi tersangka,” kata Armen dalam konferensi pers, Senin malam.
Berdasarkan penyidikan Kejati Lampung, pembangunan Tol Terpeka yang menghubungkan Lampung dan Palembang senilai Rp1,2 triliun diduga dikorupsi oleh oknum petugas Tim V PT Waskita Karya. Dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Tol Terpeka yaitu dari STA 100+200 s/d STA 112+200 sepanjang 12 Km di Lampung tahun anggaran 2017-2019.
Modus operandi dalam kasus korupsi ini yaitu para tersangka diduga membuat laporan keuangan fiktif. Mereka merekayasa dokumen tagihan-tagihan seolah-olah berasal dari kegiatan pembangunan Tol Terpeka.
Widodo dan Juwanta Ginting menjadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: Tap-05/L 8/Fd.2/04/2025 tanggal 21 April 2025 dan Surat Penetapan Nomor: Tap-06/L.8/Fd 2/04/2025 tanggal 21 April 2025. “Dalam perkara ini, kami telah memeriksa sebanyak 47 saksi, dimana nilai kontrak pekerjaan itu sebesar Rp 1.253.922.600.000 yang bersumber dari BUJT (Badan Usaha Jalan Tol),” jelas Armen.
Adapun modus operandi kasus tersebut yakni terdapat penyimpangan anggaran pekerjaan pembangunan Jalan Tol Terpeka yang dilakukan oleh oknum Tim Proyek pada Divisi 5 PT. Waskita Karya tersebut. “Modusnya membuat pertanggungjawaban keuangan fiktif dengan merekayasa dokumen tagihan-tagihan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol Terpeka (STA 100+200 s/d STA 112+200) Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2017-2019,” ujarnya.
“Dimana pada kenyataannya pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang tidak pernah ada dan dengan menggunakan nama vendor fiktif, selain itu juga terdapat modus operandi dengan menggunakan vendor yang hanya dipinjam namanya saja,” tambah Armen.
Pertanggungjawaban keuangan fiktif itu dilakukan oleh kedua tersangka dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 66 Miliar. Armen menjelaskan perkara itu bermula pada Tahun 2017-2018, pada Divisi V salah satu BUMN (PT. Waskita Karya) selaku Kontraktor telah mengerjakan Pekerjaan Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar- Pematang Panggang-Kayu Agung (STA 100+200 s/d STA 112+200) Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2017-2019.
Lalu, pekerjaan itu dilaksanakan berdasarkan Kontrak Nomor: 003/KONTRAK DIR/JJC/IV/2017 Tanggal 05 April 2017, antara Kepala Divisi V di salah satu BUMN tersebut selaku Kontraktor Pelaksana dengan Direktur Utama PT JJC (Jasamarga Jalanlayang Cikampek) selaku Pemilik Pekerjaan Proyek Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung.
“Sumber Pendanaan Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang berasal dari Viability Gap Fund (VGF) PT Jasamarga Jalan layang Cikampek atas pekerjan Pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated. Skema Viability Gap Fund(VGF)-Subsidi Silang adalah salah satu skema pembiayaan kreatif yang diusung pemerintah berupa dukungan kelayakan atas biaya konstruksi bagi proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang layak secara ekonomi tetapi belum layak secara finansial sebagai upaya mendorong percepatan pembangunan Jalan Tol,” terangnya.
Armen merinci dasar Skema Viability Gap Fund(VGF) Subsidi Silang berdasarkan ketentuan :
1. PMK (Peraturan Menteri Keuangan) 223 Tahun 2012 tentang Pemberian Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
2. PMK (Peraturan Menteri Keuangan) 170 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 tentang Pemberian Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya Konstruksi pada Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 06/PRT/M/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol.
“Pekerjaan tersebut dilaksanakan selama 24 bulan sejak tanggal 5 April 2017 sampai dengan tanggal 8 November 2019, dimana dilakukan serah terima PHO tanggal 8 November 2019, dengan masa Pemeliharaan (FHO) selama 3 tahun,” Ujarnya.
Dalam perkara tersebut, pihaknya juga telah menerima pengembalian kerugian sebesar Rp 400 juta pada Senin (21/4/2025) dan total kerugian negara yang telah diterima sebesar Rp2 Miliar.
Kini keduanya dipersangkakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (red)