Tanggamus, sinarlampung.co – Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah di SMKN 1 Cukuh Balak. Sekolah ini diduga menarik sejumlah uang dari wali murid dengan dalih biaya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Di tengah upaya pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk dengan menaikkan gaji dan tunjangan guru, praktik pungli masih menjadi permasalahan yang diabaikan. Dugaan pungli ini mencuat setelah beberapa wali murid mengungkapkan adanya kewajiban pembayaran yang ditetapkan oleh pihak sekolah.
Menurut salah satu wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan, pihak sekolah mewajibkan pembayaran sebesar Rp2.500.000 saat anak mereka masuk kelas 1. Nominal tersebut sudah termasuk SPP untuk satu tahun, dengan opsi pembayaran secara cicilan setiap bulan. Wali murid tersebut juga menunjukkan bukti pembayaran yang dimilikinya.
Selain itu, berdasarkan informasi dari wali murid kelas 2 dan kelas 3, mereka juga mengenakan biaya SPP sebesar Rp80.000 per bulan, jumlah yang diduga sudah ditentukan oleh pihak sekolah.
Saat tim media mendatangi SMKN 1 Cukuh Balak untuk mengonfirmasi dugaan pungli ini, seorang guru yang juga mengaku sebagai Humas sekolah menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki kapasitas untuk memberikan jawaban. Ia menyebut bahwa hal tersebut harus dijelaskan langsung oleh kepala sekolah, yang saat itu sedang menghadiri kegiatan di luar.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kepala SMKN 1 Cukuh Balak membantah tuduhan tersebut. “Wa’alaikumussalam, oh tidak benar seperti itu, dan tidak ada pungutan PPDB,” jawabnya singkat.
Para wali murid berharap pihak yang berwenang segera mengambil tindakan untuk menghentikan dugaan pungli ini. Mereka juga meminta Dinas Pendidikan untuk menyalakan kinerja kepala sekolah agar tercipta lingkungan pendidikan yang bersih dan transparan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada konfirmasi lebih lanjut dari pihak sekolah. Media akan terus memantau perkembangan kasus ini demi mewujudkan dunia pendidikan yang bebas dari pungutan dan penegakan hukum. (S. Kheir)