Bandar Lampung, sinarlampung.co-Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Lampung Bergerak (ALB) melakukan ksi njukrasa atas dugaan pelecehan yang dilakukan para komisioner KPU Kota Bandar Lampung dengan membuat maskot kera berpakaian adat Lampung untuk Pilkada Walikota Bandar Lampung 2024.
Meski diguyur hujan, Massa dari BEM STKIP AL ITB dan Pengurus Cabang PMII Kota Bandar Lampung, Jeritan Rakyat Tertindas (JERAT), Laskar Bandar Lampung, WN88 Provinsi Lampung, DPW Lapbas Provinsi Lampung, Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Bandar Lampung, m, Jumat 28 Juni 2024.
Aksi mereka sebagai bentuk protes atas pembuatan maskot kera berbaju adat Lampung. Mahasiswa ikut bergabung dengan elemen masyarakat aksi ke Kantor KPU Bandar Lampung, Jalan Pulau Sebesi No 90, Sukarame, Bandar Lampung. Massa bergerak naik mobil komando, angkot, dan sepeda motor dari Museum Lampung dikawal mobil patroli Polresta Bandar Lampung pada pukul 14.00 WIB.
Kepolisian memastikan aksi tak anarkis.Sebelum meluncur, Koordinator Aksi menekankan bahwa aksi tak anarkis. Sepanjang jalan, para aktivis berorasi atas ketersinggungan mereka yang merasa dihina lewat maskot Pilwalkot Bandar Lampung 2024. Dalam pamflet elektronik itu, para aktivis juga mengajak masyarakat aksi dengan tulisan: Yang merasa bukan kera dan merasa masyarakat Lampung yang tinggal di Lampung, ini saatnya kita sama-sama bergerak.
Koordinator aksi Agam Kusuma Yuda, mengatakan ada empat tuntutan aksi, yakni mendesak Polda Lampung untuk menetapkan tersangka, meminta polda lampung untuk serius dalam kasus pelecehan adat Lampung, dan mengapresiasi langkah hukum yang sudah dilakukan Polda Lampung, serta menuntut seluruh Komisioner KPU Bandar Lampung untuk mundur dari jabatannya.
Perorangan, Ahmad Nyerupa (Majelis Penyimbang Adat Lampung/MPAL), Hermawan, SH, MH (DPRD Kota Bandar Lampung, dan Arif Sanjaya Sakti sebagai tokoh muda pecinta budaya Lampung dari perwakilan DPW LAPBAS Provinsi Lampung. “Saya sendiri ketua JAMAN Kota Bandar Lampung, ketua koordinator Wilayah Lampung Tengah Forum Pres Independent Indonesia (FPII), pengurus JERAT dan WN 88,” kata Agam Kusuma Yuda.
Menurutnya, sebelum aksi, mereka telah menggelar fokus group discussion (FGD) dengan tema “Grand Maskot KPU” di Aula KNPI Provinsi Lampung, Senin 24 Juni 2024, pukul 15.30 WIB hingga 18.00 WIB. “Pada aksi, kami tidak membawa lembaga, tetapi perorang sebagai warga Lampung,” katanya.
Anggota DPRD Kota Bandar Lampung, Hermawan mengapresiasi gerakan para aktivis yang tergabung dalam Aliansi Lampung Bergerak (ALB). “Persoalan serius ini harus terus dikawal seluruh elemen masyarakat dan para pemangku adat Lampung lewat Laskar Lampung yang menuntut serupa dan masih berproses di Polda Lampung,” ujar aktivis yang berprofesi sebagai advokat ini.
Menurut dia, aksi tersebut merupakan salah satu bentuk gerakan moral yang bernilai lagu masyarakat berbudaya dan leluhur masyarakat adat Lampung yang telah mewariskan adat budaya. Hermawan secara pribadi mengaku marah dan kecewa berat. “Kok dengan enteng dimonyetkan. Ayo terus, ajak sahabat dan kawan-kawan bersatu untuk menjaga marwah adat Lampung yang bernilai tinggi. Salam satu nafas perjuangan, bergeraaak,” katanya.
Dalam rilis yang disebar KPU Korta Bandar Lampung, mereka telah menghentikan penggunaan maskot kera atau monyet pakai kain dan topi adat Lampung dan akan mengubah desainnya. KPU Kota Bandar Lampung memohon maaf jika penggunaan atribut adat Lampung berupa tumpal dan kain tapis pada maskot tersebut dipandang tidak sesuai dengan nilai dan kepantasan berpakaian adat Lampung.
Sebelumnya, sesaat setelah lounching Maskot bersama Walikota Bandar Lampung, Ikon atau maskot monyet pakai kain adat itu menulai protes masyarakat adat Lampung, antara lain Laskar Lampung, MPAL Kabupaten Pesawaran, Panglima Elang Berantau, dan Budayawan Lampung Anshori Djausal dari Akademi Lampung. “Orang Lampung mengumpakan sifat-sifat jelek itu monyet. Makanya, tak ada yang suka disamakan dengan mangoh (Bahasa Menggala,red), bisa marah,” kata Anshori Djausal, mantan akademisi Unila yang masih aktif terkait budaya dan seni.
Menurut Anshori Djausal, tak hanya orang Lampung, karakter kera atau monyet adalah binatang yang sangat serakah. Keserakahannya bisa terlihat di antaranya tatkala binatang yang satu ini mengambil makanan.
Hal yang sama disampaikan Majelis Punyimbang Adat Lampung (MPAL) Kabupaten Pesawaran yang mengecam keras ikon Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) Bandar Lampung 2024 yang diluncurkan KPU setempat di Tugu Gajah, Enggal, Kota Bandarlampung, Minggu 19 Mei 2024 itu.
Ikon atau maskot berupa kera atau monyet memakai pakaian adat Lampung. Ada pribahasa Lampung “Dang Nikhu Sikap Ne Kekha” (Jangan Meniru Sikap Kera). Artinya, sikap kera sangat buruk, kata Ketua MPAL Pesawaran Farifki Zulkarnayen.
Sekjen Laskar Lampung Panji Nugraha AB, SH, didampingi penasihat Hukum Gunawan Pharrikesit bahkan melaporkannya ke Polda Lampung, Minggu malam 19 Mei 2024. Ormas tersebut menilai pelecehan dan atau penghinaan terhadap masyarakat Lampung. (Red)
Aliansi Lampung Bergerak Desak Polda Lampung Segera Proses Hukum Markot Kera KPU Kota Bandar Lampung Diminta Mundur
Bandar Lampung, sinarlampung.co-Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Lampung Bergerak (ALB) melakukan ksi njukrasa atas dugaan pelecehan yang dilakukan para komisioner KPU Kota Bandar Lampung dengan membuat maskot kera berpakaian adat Lampung untuk Pilkada Walikota Bandar Lampung 2024.
Meski diguyur hujan, Massa dari BEM STKIP AL ITB dan Pengurus Cabang PMII Kota Bandar Lampung, Jeritan Rakyat Tertindas (JERAT), Laskar Bandar Lampung, WN88 Provinsi Lampung, DPW Lapbas Provinsi Lampung, Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Bandar Lampung, m, Jumat 28 Juni 2024.
Aksi mereka sebagai bentuk protes atas pembuatan maskot kera berbaju adat Lampung. Mahasiswa ikut bergabung dengan elemen masyarakat aksi ke Kantor KPU Bandar Lampung, Jalan Pulau Sebesi No 90, Sukarame, Bandar Lampung. Massa bergerak naik mobil komando, angkot, dan sepeda motor dari Museum Lampung dikawal mobil patroli Polresta Bandar Lampung pada pukul 14.00 WIB.
Kepolisian memastikan aksi tak anarkis.Sebelum meluncur, Koordinator Aksi menekankan bahwa aksi tak anarkis. Sepanjang jalan, para aktivis berorasi atas ketersinggungan mereka yang merasa dihina lewat maskot Pilwalkot Bandar Lampung 2024. Dalam pamflet elektronik itu, para aktivis juga mengajak masyarakat aksi dengan tulisan: Yang merasa bukan kera dan merasa masyarakat Lampung yang tinggal di Lampung, ini saatnya kita sama-sama bergerak.
Koordinator aksi Agam Kusuma Yuda, mengatakan ada empat tuntutan aksi, yakni mendesak Polda Lampung untuk menetapkan tersangka, meminta polda lampung untuk serius dalam kasus pelecehan adat Lampung, dan mengapresiasi langkah hukum yang sudah dilakukan Polda Lampung, serta menuntut seluruh Komisioner KPU Bandar Lampung untuk mundur dari jabatannya.
Perorangan, Ahmad Nyerupa (Majelis Penyimbang Adat Lampung/MPAL), Hermawan, SH, MH (DPRD Kota Bandar Lampung, dan Arif Sanjaya Sakti sebagai tokoh muda pecinta budaya Lampung dari perwakilan DPW LAPBAS Provinsi Lampung. “Saya sendiri ketua JAMAN Kota Bandar Lampung, ketua koordinator Wilayah Lampung Tengah Forum Pres Independent Indonesia (FPII), pengurus JERAT dan WN 88,” kata Agam Kusuma Yuda.
Menurutnya, sebelum aksi, mereka telah menggelar fokus group discussion (FGD) dengan tema “Grand Maskot KPU” di Aula KNPI Provinsi Lampung, Senin 24 Juni 2024, pukul 15.30 WIB hingga 18.00 WIB. “Pada aksi, kami tidak membawa lembaga, tetapi perorang sebagai warga Lampung,” katanya.
Anggota DPRD Kota Bandar Lampung, Hermawan mengapresiasi gerakan para aktivis yang tergabung dalam Aliansi Lampung Bergerak (ALB). “Persoalan serius ini harus terus dikawal seluruh elemen masyarakat dan para pemangku adat Lampung lewat Laskar Lampung yang menuntut serupa dan masih berproses di Polda Lampung,” ujar aktivis yang berprofesi sebagai advokat ini.
Menurut dia, aksi tersebut merupakan salah satu bentuk gerakan moral yang bernilai lagu masyarakat berbudaya dan leluhur masyarakat adat Lampung yang telah mewariskan adat budaya. Hermawan secara pribadi mengaku marah dan kecewa berat. “Kok dengan enteng dimonyetkan. Ayo terus, ajak sahabat dan kawan-kawan bersatu untuk menjaga marwah adat Lampung yang bernilai tinggi. Salam satu nafas perjuangan, bergeraaak,” katanya.
Dalam rilis yang disebar KPU Korta Bandar Lampung, mereka telah menghentikan penggunaan maskot kera atau monyet pakai kain dan topi adat Lampung dan akan mengubah desainnya. KPU Kota Bandar Lampung memohon maaf jika penggunaan atribut adat Lampung berupa tumpal dan kain tapis pada maskot tersebut dipandang tidak sesuai dengan nilai dan kepantasan berpakaian adat Lampung.
Sebelumnya, sesaat setelah lounching Maskot bersama Walikota Bandar Lampung, Ikon atau maskot monyet pakai kain adat itu menulai protes masyarakat adat Lampung, antara lain Laskar Lampung, MPAL Kabupaten Pesawaran, Panglima Elang Berantau, dan Budayawan Lampung Anshori Djausal dari Akademi Lampung. “Orang Lampung mengumpakan sifat-sifat jelek itu monyet. Makanya, tak ada yang suka disamakan dengan mangoh (Bahasa Menggala,red), bisa marah,” kata Anshori Djausal, mantan akademisi Unila yang masih aktif terkait budaya dan seni.
Menurut Anshori Djausal, tak hanya orang Lampung, karakter kera atau monyet adalah binatang yang sangat serakah. Keserakahannya bisa terlihat di antaranya tatkala binatang yang satu ini mengambil makanan.
Hal yang sama disampaikan Majelis Punyimbang Adat Lampung (MPAL) Kabupaten Pesawaran yang mengecam keras ikon Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) Bandar Lampung 2024 yang diluncurkan KPU setempat di Tugu Gajah, Enggal, Kota Bandarlampung, Minggu 19 Mei 2024 itu.
Ikon atau maskot berupa kera atau monyet memakai pakaian adat Lampung. Ada pribahasa Lampung “Dang Nikhu Sikap Ne Kekha” (Jangan Meniru Sikap Kera). Artinya, sikap kera sangat buruk, kata Ketua MPAL Pesawaran Farifki Zulkarnayen.
Sekjen Laskar Lampung Panji Nugraha AB, SH, didampingi penasihat Hukum Gunawan Pharrikesit bahkan melaporkannya ke Polda Lampung, Minggu malam 19 Mei 2024. Ormas tersebut menilai pelecehan dan atau penghinaan terhadap masyarakat Lampung. (Red)