Jakarta (SL)-Perjalanan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menggunakan helikopter ke Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, pada Sabtu (20/6) pekan lalu, terus menjadi sorotan publik. Helikopter berwarna hitam dengan kode PK-JTO yang ditumpangi mantan Kapolda Sumatera Selatan ini di soal, lantaran berpotensi terjadinya dugaan gratifikasi dan melanggar kode etik terkait larangan aparat hukum bergaya hidup mewah.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman bahkan melaporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Rabu 24 Juni 2020 lalu. MAKI menilai Firli melanggar kode etik lantaran menunjukkan gaya hidup mewah saat melakukan kunjungan pribadi menggunakan helikopter yang diduga difasilitasi oleh pengusaha.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan turut menyoroti dugaan gratifikasi dan pelanggaran kode etik perjalanan Firli Bahuri tersebut. ICW juga meminta Dewas KPK untuk tidak lagi ragu memanggil Firli dan mendalami dugaan pelanggaran tersebut.
“Siapa pihak yang memberikan fasilitas helikopter kepada Komjen Firli Bahuri selaku Ketua KPK? Apa motif dari pihak tersebut memberikan fasilitas itu? Apakah pihak yang memberikan fasilitas sedang berperkara di KPK?” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam siaran persnya beberapa hari lalu.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pesawat helikopter yang digunakan ketuanya di lembaga antirasuah itu membayar dengan uang pribadinya. “Kabarnya naik helikopter, dan itu memang bayar,” kata Alexander.
Menyoal helikopter, Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Alvin Lie Ling Piao pun turut menyoroti hal tersebut. Ia menyatakan harga sewa helikopter jenis itu biayanya sekitar 2.500 dolar AS per jam.
Sebab menurut Alvin Lie, hampir semua biaya sewa helikopter harganya premium. “Hanya orang-orang kaya yang punya duit yang bisa sewa helikopter. Itu alat transportasi yang mewah,” kata Alvin Lie.
Kata Abraham Samad
Mantan Ketua KPK Abraham Samad turut bersuara terkait polemik perjalanan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang menggunakan helikopter ke Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Menurut Abraham apa yang dilakukan Firli tersebut bukan hanya melanggar kode etik, tapi juga telah memenuhi unsur korupsi dalam hal ini gratifikasi.“Jika ini benar, tidak hanya pelanggaran kode etik berat, conflict of intrest, tapi juga memenuhi unsur gratifikasi,” kata Abraham dikutip dari akun Twitter pribadinya, Sabtu 27 Juni 2020 dengan menautkan link berita koran salah satu media nasional berjudul “Ongkos Premium Helikopter Firli”.
Dewas Panggil Firli
Sementara Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah memanggil Ketua KPK Firli Bahuri untuk dimintai klarifikasi soal laporan naik helikopter mewah saat kunjungan ke Baturaja, Sumatera Selatan. Dewas mengaku juga akan memanggil saksi-saksi yang mengetahui atau menerima informasi terkait peristiwa Firli naik helikopter mewah.
“Dewas masih akan terus kumpulkan bukti dan meminta keterangan saksi-saksi dan pihak-pihak yang tahu, mendengar, melihat, dan/atau memiliki info terkait isu tersebut,” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris kepada wartawan, Minggu 28 Juni 2020.
Namun Syamsuddin tidak menjelaskan siapa pihak yang akan dipanggil. “Pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik, tentu tidak cukup didasarkan keterangan satu orang,” sebutnya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku sudah berkomunikasi dengn Firli soal kabar heboh naik helikopter mewah itu. Alex menyebut Firli menyewa helikopter tersebut untuk efisiensi waktu perjalanan. “Ya disampaikan saja, kemarin itu memang yang bersangkutan cuti ke Baturaja,” kata Alex kepada wartawan seusai kegiatan pembagian masker di Stasiun Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (26/6).
“Dia kabarnya kan yang bersangkutan naik helikopter dan itu memang bayar, karena kan pertimbangannya dari Palembang ke kampung dia kalau naik mobil berapa itu 7 jam atau berapa,” lanjut Alex.
Alex tak menyebutkan secara detail di Baturaja sebelah mana titik tujuan Firli tersebut. Namun apabila dicek menggunakan dua titik ‘Palembang’ ke ‘Baturaja’, jarak kedua titik tersebut 203 km dan bisa ditempuh 4 jam melalui kendaraan roda empat. (rmol/red)