Lampung Selatan (SL)-Barisan Relawan Jokowi Presiden (BARA JP) menyoroti keberadaan Pabrik Gula rafinasi atau penghasil gula yang berasal dari gula bit dan gula tebu, PT. Sugar Labinta (SL) di Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan beroperasi tanpa ada lahan pertanian tebu.
Padahal itu itu menjadi syarat mutlak berdirinya pabrik gula dengan memproduksi gula rafinasi berstandart nasional. Selain persoalan ijin, limbah pabrik tersebut kini mencemari lebih dari seluas 400 hektar lahan pertanian di Kecamatan Tanjung Sari. Pusat Pabrik di Jalan Ir. Sutami Nomor 45. Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan memiliki lahan seluas 22 Hektar
Ketua BARA JP Lampung Yogie Try Wardhana menduga ada kongkalikong saat proses perijinan berdirinya pabrik, Karena itu mereka mendesak Pemerintah Lampung Selatan dan Provinsi Lampung mencabut izin oprsaional pabrik, dan menggugat secara hukum pencemaran limbah, yang merusak lahan pertanian.
“Ada sebuah pabrik gula rafinasi yang besar telah beroperasi cukup lama di bumi khagom Mufakat Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, tidak memeliki lahan tebu. Limbahnya kini merusak lahan pertanian, warga,” katanya.
Menurut, Yogie Try Wardhana, diduga berdirinya pabrik gula yang tidak memiliki lahan kebun tebu sebagai syarat mutlak berdirinya pabrik gula dengan memproduksi gula rafinasi berstandart nasional. “Dugaan kami ada oknum yang bermain terkait pembuatan izin berdirinya PT. Sugar Labinta, yang berdiri sejak Tahun 2007 itu,” katanya.
Karena itu, kata Yogie, DPD BARA JP Lampung akan mendesak pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dan Provinsi Lampung untuk meninjau kembali izin, dan menutup PT Sugar Labinta. ”Kami selaku Organisasi Masyarakat DPD BARA JP Provinsi Lampung, akan segara meminta dinas terkait mengusut tuntas persyaratan mutlak berdirinya PT. sugar Labinta,” katanya,
Termasuk dengan pihak Dinas dan Instansi Lampung Selatan terkait, “Kami juga mengecam PT Sugar Labinta yang tidak mau merespon keluhan warga tentang limbahnya yang sudah mencemari lahan petani seluas 400 Hektar lebih,” tegasnya.
Selain itu, Yogie mendesak pihak PT. Sugar Labinta untuk segera melakukan normalisasikan aliran Sungai Way Galih yang sudah tercemar dan merusak area pertanian masyarakat. “Kami mendesak untuk segera diberikan ganti rugi terhadap masyarakat petani yang sudah di rugikan. Karena lahan pertanian mereka tercemari oleh limbah PT. SL dan sesegera mungkin dilakukan normalisasi aliran sungai,” katanya.
Yogie menegaskan sebagai pabrik gula rafinasi nomor 06 yang mengutamakan efisiensi, kualitas, prioritas, serta produk–produknya serba guna di mulai dari pharmasi makanan dan minuman Wet Mix maupun Dry Mix yang ber Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Tapi kami tenggarai PT SL, tidak tanggap, akan kesulitan masyarakat di tengah pandemi Covid -19 ini yang mengalami kesulitan akan kebutuhan pangan akibat lahan seluas 400 Hektar lebih milik petani setempat rusak di cemari limbah PT. Sugar Labinta pabrik gula rafinasi tersebut,” katanya.