Bandarlampung (SL) – Sebanyak 9 orang penghuni Lapas Kelas IA Bandarlampung atau dikenal Lapas Rajabasa mengalami gangguan jiwa. Mereka belum mendapat perawatan secara intensif karena tidak punya kartu identitas.
Any Setiawati, perawat Lapas Kelas IA Bandarlampung menjelaskan, para narapidana mengalami gangguan jiwa karena lama tidak dijenguk keluarganya. “Ada yang melamun, diajak bicara di awal masih nyambung tapi selanjutnya dia akan ngelantur.
Ada juga yang sudah bersikap melepas semua pakaiannya,” kata Any Setiawati, Jumat (26/10/2018). Para narapidana tersebut merupakan pelaku tindak pidana umum dengan kasus pelecehan seksual dan pembunuhan.
Lebih lanjut Any mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) setempat.
Namun penanganannya terkendala dengan administrasi identitas kependudukan. “Peralihan Jamkesmas ke BPJS cukup menyulitkan bagi kami. Karena setiap pasien yang akan dirawat harus memiliki indentitas seperti KTP. Kendalanya, narapidana di sini tidak memiliki KTP”, katanya lagi.
Dari sembilan narapidana yang mengalami gangguan kejiwaan, hanya satu yang memiliki KTP dan dibantu oleh pihak keluarga.
Dia adalah Sahrudin (26) bin Sulaiman, warga Mataram, Kabupaten Lampung Timur. “Sisanya, kami mengalami kesulitan mendapatkan KTP-nya dan pihak keluarga tidak ada yang bisa kami hubungi,” ujarnya lagi.
Untuk penanganannya, terpaksa pihaknya hanya memberi penanganan simtomatis (menangani berdasarkan gejalanya saja) pada narapidana yang mengalami gangguan kejiwaan.
Jumlah napi di Lapas Rajabasa
Berdasarkan data Ditjenpas Kemenkum HAM, jumlah napi dan tahanan yang saat ini mendekam di Lapas Rajabasa mencapai 1.132 orang.
Dari jumlah tersebut, dua diantaranya memiliki status tahanan. Jumlah tersebut ternyata jauh melebihi kapasitas Lapas Rajabasa yang harusnya hanya menampung sebanyak 620 orang.
Dengan kata lain, Lapas Rajabasa saat ini mengalami over kapasitas mencapai 183 persen.
Pada 2016 silam, dengan jumlah napi sebanyak 770 orang, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IA Rajabasa Bandarlampung mengalokasikan anggaran Rp 4 miliar untuk makan para narapidana (napi) yang ditahan di lapas tersebut.
Dibanding 2016 silam, jumlah napi yang menghuni Lapas Rajabasa saat ini melonjak drastis nyaris 100 persen. (Tribunlpg)