Jakarta (SL) – Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean tampak geram menanggapi sebuah pemberitaan yang menyebutkan jika pengungsi gempa di Sulawesi Tengah dimintai kartu identitas saat hendak mengambil minum.
Hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @LawanPolitikJW yang diunggah pada Minggu (7/10/2018). Dalam berita media cetak Tribun Timur dikatakan apabila pengungsi dimintai Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK) saat mau minum. Ferdinand Hutahaean mengaku tidak mengerti kenapa aturannya seperti itu.
Menurutnya, saat ini adalah kondisi tanggap darurat, sehingga tidak ada alasan untuk meminta identitas mereka.”Saya tdk mengerti kenapa harus begini. Bukankah ini tanggap darurat? Bahkan hewan yang butuh air pun harus kita kasih minum, apalagi manusia..!! Tak ada alasan meminta identitas untuk situasi dalam darurat..!!,” tulis Ferdinand Hutahaean.
Sementara itu, diberitakan Tribun Timur, Sabtu (6/10/2018) pengungsi yang ada di Lapangan Watulemo, depan Kantor Wali Kota Palu masih kesulitan mendapatkan air mineral. Selain air mineral, warga juga mengeluhkan sulitnya mendapat berbagai kebutuhan lain, seperti susu untuk anak-anak.
Seorang warga bernama Hartini (45) bahkan menyebutkan apabila mereka diminta menyetorkan KTP atau KK untuk mengambil air mineral. Menurut Hartini KTP atau KK diminta agar mereka bisa memperoleh air mineral kemasan gelas.
“Masa kalu amu ambil air mineral saja harus menyetor KTP atau kartu KK,” Hartini di Lapangan Watulemo, Sabtu (6/10/2018).
Hartini mengatakan jika rumahnya di Petobo tertelan lumpur setinggi 10 meter. Akan tetapi, ia tetap diwajibkan membawa KK atau KTP sebagai syarat pengambilan air.
“Rumah saya di Petobo dan semua orang tahu di kampung kami terkena tsunami lumpur dan tanah, rumah kami terkubur, masa masih minta KTP,” sambung Hartini.
Hartini menyatakan seharusnya petugas bisa bersikap adil dengan melihat kondisi para pengungsi dari sisi kemanusiaan, bukan hanya birokrasi.
“Kami harap pemerintaha atau petugas melihat kami sebagai pengungsi bukan sebagai pengemis atau apa, kita butuh masih mau hidup pak,” lanjut ibu empat anak itu.
Hartini menceritakan jika ia, suami dan 4 anakanya hanya bisa menyelamatkan diri dengan membawa pakaian di badan saja lantaran gempa dan lumpur muncul dengan tiba-tiba.
Penanganan Darurat Bencana Terus Diintensifkan
Diberitakan sebelumnya, penanganan darurat bencana atas gempa dan tsunami yang terjadi di beberapa wilayah di Sulawesi Tengah terus diintensifkan. Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui laman Twitter @Sutopo_PN, Kamis (4/10/2018).
Sutopo menjelaskan bahwa hingga saat ini operasi SAR gabungan terus dilakukan untuk mencari korban ke Kota Palu, Donggala, Sigi, hingga Parigi Moutong. Sutopo juga menginformasikan terkait bantuan logistik yang terus berdatangan.
Korban terdampak bencana juga sudah mendapatkan perawaran, bahkan sebagaian korban dirawat di luar Palu. Untuk korban meninggal, ungkap Sutopo, sebagian sudah dimakamkan.
“Penanganan darurat bencana di Sulawesi Tengah diintensifkan. Operasi SAR gabungan terus mencari korban ke Kota Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Bantuan logistik terus berdatangan. Korban luka dirawat dan sebagian dirawat di luar Palu. Sebagian jenasah sudah dimakamkan,” tulis Sutopo.
Dalam unggahannya itu, diinformasikan juga update terkini gempa dan tsunami Sulawesi Tengah Berdasarkan data BNPB, hingga tanggal 4 Oktober 2018 pukul 08.00 WIB, terdapat 1.407 korban meninggal dunia.
Sementara itu, untuk korban luka-luka terdapat 2.549 jiwa, korban tertimbun 152 jiwa dan korban hilang 113 jiwa. Diinformasikan pula, terdapat 65.733 rumah yang mengalami kerusakan. (tw/net)