Banten (SL)-Anggaran operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Banten terus menjadi sorotan publik di Banten. Sementara Gubernur Banten Wahidin Halim menanggapi dingin terkait biaya operasional Gubernur dan Wakil Gubernur, yang menyebutkan tidak perlu SPJ terinci.
Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan tidak ada satupun daerah yang merinci terkait Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Biaya Operasional (BOP) Gubernur dan Wakil Gubernur. “Saya rasa tidak ada satu daerah pun yang merinci penggunaan BOP dalam SPJ-nya,” kata Gubernur Banten seusai Rapat Paripurna di DPRD Banten, Rabu (14/8/2019).
Wahidin Halim menyatakan bahwa BOP tersebut termasuk ke dalam Belanja Tidak Langsung (BTL), sama seperti gaji pegawai. Karena masuk dalam kategori BTL, maka alokasinya sudah dipatok segitu, cukup tidak cukup harus cukup. “SPJ yang kami lakukan juga sudah sesuai dengan aturan, yakni Lumpsum. Jadi apalagi yang harus dipersoalkan,” katanya Gubernur Banten pada wartawan.
Pernyataan GUbernur Wahidin ternyata bertolak belakang dengan Peraturan Pemerintah (PP) no 109 tahun 2000, serta Peraturan Daerah (Perda) no 4 tahun 2005. Dalam PP no 109 tahun 2000 menyebutkan bahwa Penggunaan dan besaran BOP Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 109 tahun 2000, serta Peraturan Daerah (Perda) no 4 tahun 2005.
“Setau saya, di daerah lain SPJ BOP itu terperinci dan terbuka. Contoh Jawa Tengah dan DKI. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, kala itu sempat mengembalikan dana operasional karena tidak habis dipakai. Sedangkan di Jawa Tengah perincian penggunaan BOP itu sudah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) no 45 tahun 2015. Bahkan jika masih terdapat sisa BOP, bisa digunakan untuk bulan selanjutnya,” kata Ojat, yang juga masyarat pemohon informasi publik, terkait SPJ tersebut.
Dalam PP no 109 tahun 2000 tersebut menyatakan besaran BOP untuk Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mempunyai Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih dari 500 miliar sebesar 0,15 persen. Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, pada tahun 2017, PAD Banten mencapai 6 triliun, sedangkan pada tahun 2018 mencapai 6.32 triliun.
Sedangkan dalam Perda no 4 tahun 2005 menyatakan bahwa Penganggaran atau tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk tujuan lain diluar ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini dinyatakan melanggar hukum. “Hal inilah yang menjadi kekhawatiran saya. Karena ini uang masyarakat. Jumlahnya sangat besar. Harus ada yang mengontrol guna mewujudkan pemerintahan yang bersih,” kata Ojat Sudrajat.
Kini masyarakat Banten juga di pertontonkan dengan dagelan di sidang ajudikasi Komisi Informasi Provinsi Banten yang mulai janggal, karena dalam ajudikasi majelis Komisi Informasi membahas masalah di luar pokok perkara sengketa informasi publik. Sidang lanjutan sengketa informasi permohonan informasi anggaran Operasional Gubernur dan wakil Gubernur Banten, berubah menjadi bahasan bukti rekaman ke Mabes Polri. (suryadi)