Makasar (SL)-Kedua mahasiswa yang dimaksud, ialah Fikram Maulana angkatan 2014 dan Andi Fajar Agus Gunawan angkatan 2015. Scorsing dibuktikan dengan surat keputusan dekan Fakultas Hukum UMI, Muhammad Syarif Nuh ini. Mereka dianggap melanggar peraturan dan tata tertip UMI Makassar yang dikeluarkan tertanggal 2 Maret 2018.
Salah satu mahasiswa yang diskorsing, Fikram Maulana menilai aksi yang dilakukan pada tanggal 1 Maret 2018, hal yang wajar untuk meminta transparansi anggaran. “Kami melakukan demo untuk meminta transparansi anggaran dari pihak fakultas,” tegas Fikram.
Dia menceritakan, ikhwal insiden ini, dimana pada saat itu peserta aksi kampanye telah melakukan segala jenis keperluan aksi. Seperti, selembaran yang berusi aspirasi disampaikan langsung oleh peserta aksi kepada Dekan Fakultas Hukum.
Saat dikumpulnya selembaran kertas, kata dia pihaknya mendapat ancaman dan intervensi dari dekan bernada, “Saya akan beri kau saksi”.
Tak hanya lewat lisan, tetapi dekan juga membanting lembaran kertas yang berisi aspirasi mahasiswa. “Kami menghadap tuk menjawab jika itu adalah hasil diskusi dan aspirasi mahasiswa yang dikumpulkan. Dan tidaj bersangkutan dengan isu yang beredar,” bebernya.
Kendati demikian, dekan tersebut langsung mengeluarkan surat skorsing kepada kedua mahasiswa, Fikram dan Fajar.
Melihat sikapnya, Fikram menilai hal itu mencerminkan kesewenang-wenangan yang dilakukan pihak dekan. “Dekan mencerminkan sikap otoriter. Karena, tidak boleh mahasiswa bersuara terkait peemasalahan-permasalahan yang terjadi, khususnya masalah transparansi anggaran,” terangnya.
Mengingat jika mahasiswa juga bagian dari kampus dan biaya pembangunan, maka tidak ada salahnya, mahasiswa ingin mempertanyakan perihal transparansi anggaran berdasarkan UU No.14 tahun 2008 tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik) Pasal 9 Ayat 1, 2 dan 3.
“Setiap badan publik, wajib mengumumkan informasi. Beberapa tahun belakangan, pihak kampus tidak pernah melakukan nya dan UU nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi pasal 63 poin B, menyatakan terkait penyelenggaraan otonomi kampus berprinsip pada transparansi serta juga untuk mencegah tindakan korupsi. Apalagi, biaya SPP tergolong mahal dan uang pembangunan kepada setiap mahasiswa baru yang tergolong tinggi terkhususnya pada Fakultas Hukum UMI tetapi tidak disertai dengan pembangunan dan kurangnya penyediaan sarana kepada mahasiswa,” pungkasnya. (ink/*).