JAKARTA – Penghapusan sebanyak 2,3 juta tenaga honorer batal dilakukan pada November 2023. Pemerintah memutuskan menunda rencana itu pada Desember 2024.
Seiring penundaan itu, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang mengungkapkan bahwa tenaga honorer berpotensi telah membengkak. Hal itu didasari pada laporan yang termuat dalam halojg.id. Adapun, situs halojg.id adalah situs pengaduan yang dinaungi oleh Junimart.
Menurut Junimart, setidaknya ada data 3,38 juta tenaga honorer yang melaporkan bahwa mereka tidak termasuk ke dalam data tenaga honorer yang telah didata pemerintah dengan jumlah terakhir 2,3 juta. Dengan demikian, total tenaga honorer diperkirakan akan membengkak 5,6 juta.
“Yang sebelumnya sudah terdaftar 2,3 juta lebih kurang, jadi kalau 2,3 ditambah 3,38 juta menjadi 5,6 juta,” ungkap Junimart saat rapat kerja dengan Menteri PANRB, Kepala BKN, LAN, dan ANRI di Gedung Parlemen, Jakarta, dikutip Kamis (14/9/2023).
Junimart mengungkapkan para tenaga honorer yang telah melaporkan ke Komisi II itu kini tengah ketakutan akan terdepak secara cuma-cuma saat penghapusan tenaga honorer resmi dilaksanakan pada Desember 2024 dari semua ditargetkan pada November 2023.
“Umumnya mereka keluhkan pertama data mereka yang tidak terdaftar sebagai tenaga honorer yang diangkat menjadi PPPK sementara mereka telah mengabdi selama puluhan tahun,” tegas Junimart.
Selain itu, para tenaga honorer atau non-ASN itu menurut Junimart juga menyampaikan kekhawatirannya akan diganti dengan tenaga honorer titipan atau fiktif. Pasalnya, pemerintah telah memastikan bahwa jumlah tenaga honorer saat ini hanya sebanyak 2,3 juta.
“Kedua, mereka sangat khawatir data mereka akan diganti dengan tenaga honorer titipan dan fiktif seperti yang sudah terjadi pada beberapa daerah,” tutur Junimart.
Junimart pun menyampaikan dokumen dan flashdisk laporan para tenaga honorer itu. Isinya terkait identitas pribadi mereka, instansi, serta lama pengabdian. Data itu diserahkan ke Sekretaris Kementerian PANRB Rini Widyantini.
Data akan Diaudit Ulang
Sementara itu, Plt. Kepala BKN Haryomo Dwi Putranto memastikan hingga kini data tenaga honorer atau non aparatur sipil negara (ASN) yang berhasil diperoleh BKN hanya sebanyak 2,3 juta, belum ada perubahan.
“Kalau di BKN kan sudah ada database itu yang tercatat kan 2,3 juta,” kata dia saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Jika laporan pembengkakan tenaga honorer sebagaimana yang diterima Komisi II DPR, dia menilai audit harus kembali dilakukan oleh BPKP. Oleh sebab itu, dia menekankan verifikasinya secara jelas harus menunggu hasil audit BPKP.
“Terus tadi kan ada usulan tambahan itu, nantikan akan dilakukan verifikasi dulu, audit menyeluruh oleh BPKP, ini supaya kita tahu juga,” tegas Haryomo.
“Tapi tetap dikoordinasi oleh Pak Menteri PANRB, kemudian dilakukan audit menyeluruh terhadap data honorer yang masuk ke BKN,” tambahnya.
Akan ada Sanksi Hukum
Jumlah tenaga honorer berpotensi membengkak di tengah rencana pemerintah yang akan mengundur target penghapusan tenaga honorer dari semula ditetapkan pada November 2023 menjadi Desember 2024. Pemerintah pun langsung pasang kuda-kuda untuk menuntaskannya.
Umumnya laporan yang masuk itu menurut Junimart berisi keluhan mereka yang telah mengabdi selama puluhan tahun sebagai tenaga honorer di pemerintahan, namun tidak pernah diangkat sebagai ASN khususnya PPPK karena ditikung jatahnya oleh tenaga honorer titipan yang baru-baru ini saja mengabdi.
“Jadi mestinya nama A, memang nama A, tapi diganti orang lain. Dengan masa kerja sudah puluhan tahun, padahal dia tidak pernah jadi tenaga honorer. Itu fakta yang terjadi di lapangan, bisa di cross check juga ke kepala daerah,” ucap Junimart.
Dia pun percaya diri saja bahwa laporan yang masuk ke dirinya itu bisa dipertanggungjawabkan karena lengkap memuat identitas, instansi tempatnya bekerja, hingga masa pengabdian para tenaga honorer itu. Maka, ia pun menyerahkan dokumen dan flashdisk data tersebut ke Sekertaris Kementerian PANRB Rini Widyantini.
Merespons laporan Junimart itu, saat sesi akhir rapat atau tepatnya penyusunan naskah kesimpulan rapat, Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mengusulkan supaya dimasukkan satu poin khusus dalam teks kesimpulan rapat bahwa pemerintah akan menindaklanjuti laporan masyarakat itu.
Satu poin khusus itu ia sarankan supaya ada ketetapan kesimpulan rapat bahwa Komisi II DPR meminta menteri PANRB untuk mengkoordinasikan audit menyeluruh terkait data honorer atau non ASN ini bersama dengan BKN dan BPKP. Tujuannya supaya ada komitmen bersama untuk melakukan verifikasi dan validasi data itu.
“Sehingga nanti tidak ada yang dirugikan bagi mereka yang masuk ataupun tidak masuk,” tegas Anas.
Saran Anas pun dimasukkan ke kesimpulan rapat. Lalu, ia juga menyarankan supaya hasil audit itu seharusnya bisa dijadikan sebuah temuan untuk memproses hukum para pimpinan instansi pemerintahan baik di pusat maupun daerah yang memainkan data para honorer selama ini.
“Maka kita kan repot sudah kasih tahu terus maka kami sampaikan ke kepala daerah dan bupati, jika data yang disampaikan tidak sesuai ini akan berdampak hukum,” ucap Anas.
“Sehingga tidak ada lagi penandatanganan SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak) tapi tidak sesuai fakta data yang dilapangan, pasti akan merugikan teman-teman yang sudah mengabdi lama disalip mereka yang belum mengabdi,” ungkapnya.
Menurut Anas, hasil audit data honorer sebagai sebuah temuan ini penting karena dari hasil audit secara acak yang pernah ia mintakan kepada BPKP, banyak data tidak valid tenaga honorer, padahal telah memperoleh tandatangan SPTJM dari pejabat pembina kepegawaiannya.
“Jadi audit menyeluruh ini sudah seperti yang dimaksud Pak Ketua (Junimart sebagai ketua rapat saat itu) dan kemarin kita minta audit BPKP secara acak, bahkan yang sudah di tanda tangani SPTJM saja banyak data yang tidak valid,” tutur Anas.
Proses audit ini menurut Anas akan bisa dilakukan hingga batas waktu akhir masa penghapusan tenaga honorer yang diundur hingga Desember 2024. Para pemimpin instansi maupun Kepala Daerah pun sudah dilarang merekrut tenaga honorer baru sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018.(red)