Jakarta (SL)-Standar operasi penanganan demonstran dalam aksi 21 dan 22 Mei diduga dilanggar aparat keamanan setelah ditemukannya bukti adanya penggunaan peluru tajam dalam bentrok antara massa demonstran dengan aparat kepolisian. Hal itu diungkap oleh Medical Emergency Rescue Committe (MER-C).
MER-C menunjukkan peluru tajam yang mereka sebut ditemukan ditembakkan ke korban bentrokan antara massa dengan aparat keamanan. Sebelumnya, Gubernur DKI menyatakan, 8 Orang demonstran meninggal dalam insiden bentrok tersebut, sementara 737 orang lainnya luka-luka. 96 diantaranya luka berat dan serius.
Aparat, selain menyerang demonstran, juga diduga menyerang jurnalis dan tenaga medis serta tuduhan lainnya berupa penggunaan peluru tajam untuk menghalau massa demonstran.
Dewan Penasihat MER-C Dokter Joserizal Jurnalis mengatakan ada barang bukti peluru tajam yang digunakan. Dalam konferensi pers-nya, MER-C memperlihatkan peluru tajam dan karet yang ditembakan ke arah demonstran. “Kita lihat mereka gunakan peluru tajam ditembakan ke korban,” Kata Joserizal Jurnalis.
Meski memperlihatkan peluru tajam dan peluru karet diduga digunakan aparat keamanan dalam bentrok 21/22 Mei, namun Joserizal Jurnalis tak mengungkap darimana peluru tajam itu ditemukan.
Demikian juga ketika disebutkan ada peluru yang diperoleh dari salah satu rumah sakit yang melakukan operasi pada korban, namun Joserizal tak menjelaskan di rumah sakit mana dan siapa korbannya. “Ini timah dari senjata mungkin Revolver ini diambil pasien operasi dan relawan ya. Ditemukan peluru tajam dimana di lokasi, jangan lah disebutkan,” ungkap Joserizal di Kantor MER-C, Jakarta. Sabtu (25/5/2019).
Namun begitu atas temuan itu, menurut Joserizal, pihaknya akan membawa bukti itu ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) “Yang mengurus United Nation pengadilan internasional,” Urai Jose.
Menurut dia, adanya korban meninggal dalam suatu demonstrasi akibat kekerasan adalah bentuk kejahatan kemanusiaan. Dalam perang, katanya, warga sipil juga harus dihormati dan tidak boleh membunuh sembarangan.
Sementara Mabes Polri sendiri sudah angkat bicara terkait tudingan adanya peluru tajam saat pengamanan demo. Menurut Polri, anggotanya saat menangani demonstran di Bawaslu RI tidak dibekali peluru tajam. “Yang harus saya sampaikan lagi bahwa kemarin sudah saya tekankan, instruksi Panglima TNI dan bapak Kapolri sudah jelas, sudah sangat jelas petugas pengamanan, personel pengamanan dalam kegiatan unjuk rasa tidak dibekali peluru tajam,” katanya.
“Sudah saya sampaikan kemarin, kami yakinkan kalau ada yang gunakan peluru tajam diyakinkan itu bukan personel pengamanan TNI Polri pada konteks unjuk rasa ini,” kata Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, sejumlah video kekerasan yang diduga dilakukan polisi terhadap demonstran, sedang diteliti oleh Tim Siber Mabes Polri. Termasuk penganiayaan pada demonstran yang berujung ribut dengan personel TNI. “Nanti hasilnya kami sampaikan apabila ada data yang jelas dari proses investigasi dari Dit Siber,” kata Dedi. (red)