Banten (SL) – Pengadaan 15 ribu masker KN95 di Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten senilai Rp3,3 miliar tahun 2020 menjerat tiga terdakwa. Mereka PPK Dinkes Lia Susanti, Direktur PT Right Asia Medika (PT RAM) Wahyudin Firdaus dan rekannya, Agus Suryadinata. Ketiganya Melakukan korupsi dengan memark-up harga Rp70 ribu ke Rp250 ribu per buah.
Kasus korupsi pengadaan masker nakes COVID-19 itu mengakibatkan 20 pejabat di lingkungan Dinas Kesehatan mundur dan dipecat Gubernur Banten. Bahkan dalam persidangan, nama kepala dinas disebut-sebut karena ikut menandatangani dokumen pengadaan.
Saat penetapan tersangka oleh Kejati Banten, tiba-tiba seluruh pejabat Dinkes yang jumlahnya 20 orang mengundurkan diri melalui surat yang dilayangkan ke gubernur, DPRD, Sekda hingga Inspektorat.
Mereka membubuhkan tanda tangan di atas meterai dan mengungkapkan kekecewaan kepada Kadinkes Ati Pramudji Hastuti. Kekecewaan itu lantaran telah ditetapkannya Lia sebagai tersangka. Anggapan mereka, tidak ada perlindungan dari Ati, padahal selama ini Lia bekerja sudah sesuai tupoksi.
Mereka mengungkapkan bahwa selama ini bekerja di bawah tekanan dan intimidasi dari Ati.
“Sesuai perkembangan saat ini, rekan kami ibu Lia Susanti ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan masker untuk penanganan Covid-19. Bersangkutan dalam melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai perintah Kepala Dinas Kesehatan. Dengan kondisi penetapan tersangka tersebut kami merasa sangat kecewa dan bersedih karena tidak ada upaya perlindungan dari pimpinan,” bunyi pernyataan surat pengunduran diri mereka.
Pemprov Banten lantas membuat tim untuk memeriksa seluruh pejabat yang mundur. Pemprov juga mengakui ke publik bahwa intimidasi dan tekanan dari pimpinan adalah lumrah. Atas polemik itu, Gubernur Wahidin Halim turun tangan langsung memecat jabatan mereka dan menggantinya dengan pejabat baru pada Senin (14/6) lalu.
Di sidang dakwaan pada Rabu 20 Juli 2021 terungkap bahwa ternyata pengadaan masker COVID-19 itu rupanya adalah kongkalikong antara pengusaha dan pejabat Dinkes. JPU mengatakan bahwa sebelum pengadaan, Wahyudin dari PT RAM telah memberikan usulan satuan harga masker KN95 yang sudah di-markup ke Lia. Harga itu lantas disusun di rencana anggaran belanja (RAB) melalui dana bantuan tak terduga atau BTT pada 26 Maret 2020.
Dari situ, Agus lantas meminjam PT RAM untuk mengajukan penawaran dengan perjanjian komitmen fee dari Wahyudin. Pengajuan sudah atas sepengetahuan Lia dan langsung memberikan surat perjanjian kontrak pengadaan.
“Padahal PT RAM tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia masker KN95, PT RAM bukan perusahaan pemegang sertifikat distribusi alat kesehatan dari Kemenkes, bukan penyedia barang yang pernah melaksanakan pekerjaan sejenis dengan pemerintah, bukan penyedia dalam e-katalog dan bukan pelaku usaha dengan rantai pasokan terdekat,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Subardi di PN Tipikor Serang, Jalan Serang-Pandeglang. (Suryadi)