
Bandar Lampung (SL)-Gedung Fakultas Kedokteran yang direncanakan dibangun pada tahun 2017 ini, batal. Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang melaksanakan proses pengadaan membatalkan pelelangan. Keputusan Pokja ULP tersebut memperkuat kecurigaan berbagai pihak, dan dugaan rekayasa proses pelelangan. Tender ulang, tidak memungkinkan, dipastikan tertunda hingga 2018 mendatang.
Penyusuran wartawan, seperti dilangsir bongkarpost.com, menyebutkan pada proses pengadaan untuk paket pekerjaan pembangunan Gedung Fakultas Kedokteran Unila Tahap I, ditemukan dua perusahaan dengan kualifikasi non kecil yang ikut memasukan dokumen penawaran, yaitu PT CLP dan PT TJK. Namun, hanya ada satu perusahaan yang memenuhi syarat dengan kualifikasi usaha kecil, yakni CV FAM.
Apabila perusahaan non kecil ini diloloskan untuk mengikuti pelelangan, selain menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan, juga menutup hak kesempatan bagi perusahaan kecil untuk dapat ditetapkan sebagai pemenang, mengingat kemampuan dasar (KD) dan sisa kemampuan paket (SKP) yang dimiliki nilainya lebih kecil dibanding dengan perusahaan non kecil sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 Perpres Nomor 70 tahun 2012.
Logika sederhana, mestinya perusahaan CV FAM dapat ditetapkan sebagai pemenang lelang. Namun pihak ULP lebih memilih untuk menggagalkan pelelangan tanpa alasan yang jelas, tidak mempertimbangkan bangunan gedung kuliah Fakultas Kedokteran yang sangat dibutuhkan.
Dugaan adanya rekayasa dan KKN semakin menguat setelah pengumuman pelelangan untuk paket tersebut dihapus dari tayangan website LPSE Unila. Padahal pihak Pokja ULP rajin menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Perpres 70 tahun 2012.
Tejo Utoyo, S.Kom selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dihubungi melalu telepon selulernya, Kamis (2/11) enggan memberikan penjelasan. Tejo beralasan, tengah menyiapkan tim advokasi dan pengawas internal untuk memberikan keterangan. “Maaf ya pak, saya masih diluar, saya juga lagi menunggu pihak humas yang akan menyiapkan tim advokasi dan pengawas internal yang akan memberikan klarifikasi terkait pemberitaan ini,” katanya.
Koordinator KPKAD (Komite Pemantau Kebijakan Anggaran Daerah), Gindha Ansori menyayangkan adanya oknum pejabat Universitas Lampung (Unila) yang ‘bermain’ dengan anggaran pemerintah untuk membangun dunia pendidikan di Lampung agar lebih berkualitas.
Dikatakan Ansori, proses tender yang tidak sehat dan berbau KKN, jelas akan menciderai citra Unila sebagai Perguruan Tinggi (PT) yang sejatinya mengajarkan nilai – nilai kebaikan dan positif kepada mahasiswa/i – nya yang akan terjun ke masyarakat selepas diwisuda.
Lebih lanjut dikatakan Ansori, bahwa Persekongkolan Tender pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur di Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22, dimana Pelaku Usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.
Pasal 24 “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan”.
Sementara, sanksi terkait Persekongkolan Tender dikenakan Pidana Pokok Pasal 48 Ayat (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 undang-undang ini diancam pidana denda serendah – rendahnya Rp5 miliar dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 bulan.
Selanjutnya, bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran Pasal 22 dan dikenakan sanksi Pasal 48 dikenakan pidana tambahan sebagaimana ketentuan Bagian Ketiga Pidana Tambahan Pasal 49 dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa a. pencabutan izin usaha; atau b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan selama-lamanya 5 tahun; atau c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
“Sebagai sebuah Perguruan Tinggi (PT) ternyata Universitas Lampung (Unila) membangun infrastruktur kampus, yang ditengarai dengan cara KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Sejumlah paket pekerjaan pembangunan di Unila, berselimut dugaan korupsi,” katanya. (nt/bps/jn)