Bandar Lampung (SL)-Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandar Lampung menyoroti potongan harga singkong saat petani menjual ke pabrik hingga 30 persen. Padahal, harga singkong di tingkat petani saat ini hanya mencapai Rp700 per kilogram. Realitas tersebut membuat petani di Lampung makin merana.
Kepala Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Bandarlampung Feby Satria meminta DPRD Lampung segera membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyikapi hal tersebut. Dia mengharapkan DPRD mampu mengusut tuntas praktik oligopoli singkong oleh enam perusahaan tapioka di Lampung.
”Pmbentukan pansus terbilang urgen karena kondisi saat ini petani singkong di lampung sangat tercekik dengan harga singkong yang sangat rendah,” kata Feby dalam keterangan tertulisnya yang diterima sinarlampung, Senin 22 Februari 2021.
Menurut Feby negara tidak boleh kalah melawan pasar dalam membela hak petani. Potongan harga, menurutnya, membuat petani menjerit dan makin diperparah dengan kenaikan harga pupuk. “Akibatnya, biaya tanam jauh lebih besar daripada hasil panen. Para petani di berbagai sentra produksi seperti Lampung Timur, Lampung Tengah, Tulangbawang, Lampung Utara, Tulangbawang Barat, dan Waykanan harus berutang untuk bisa tanam singkong,” ujarnya.
DPRD melalui pansus, lanjut Feby perlu berkolaborasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil II Sumatera yang berdomisili di Bandarlampung. “Lampung sebagai produsen singkong, perlu tata kelola pasca panen yang tepat ukur (rightsizing). Semisal, pansus dapat menginisasi permasalahan ini melalui aksentuasi kebijakan yang menguntungkan semua pihak terutama petani, pemerintah, dan pasar,” ujar Feby.
Harga Rendah Potongan Timbangan 30%
Sebelumnya para petani ubi kayu atau singkong di Kabupaten Tulangbawang mengeluhkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tulangbawang maupun Provinsi Lampung yang cuek terhadap nasib mereka. Pasalnya tidak ada kebijakan terkiat anjoknya harga singkong, Minggu, 21 Februari 2021.
Padahal komunitas petani singkong di Kabupaten Tulangbawang sudah resah dengan anjloknya harga singkong yang terus saja terjadi. Sebelumnya singkong masih bisa dijual dengan kisaran harga Rp1200,/Kg, dan saat ini menurun drastis hingga kisaran Rp800/Kg, ditambah potongan timbangan 25-30%. Sementara petani juga harus keluar biaya ongkos mencabut, kendaraan mobil dan sebagainya, sehingga hasil penjualan pemilik singkong hanya berkisaran Rp.400/Kg.
Novi Marzani, salah satu petani singkong asal Kecamatan Menggala, mengatakan bahwa saat ini di daerahnya memang sedang musim panen singkong. Namun musim panen kali ini, sangat berbeda karena tidak akan segembira pada saat menghadap musim panen singkong tahun lalu.
“Kami semua sangat menantikan sekali hasil panen ini, namun kalau harganya anjlok seperti sekarang ini jangankan dapat untung buat modal penanaman kembali juga mungkin tidak akan cukup meskipun usia singkong sudah mencapai 12 bulan, bahkan mau memanennya saja malas,” katanya.
Mantan Anggota DPRD Tulangbawang ini berharap kepada Pemerintah Pusat/Provinsi ataupun Kabupaten, agar dapat memperhatikan nasib para petani, sebab singkong di Kabupaten Tulangawang adalah komoditas terbesar di Lampung, maka dipandang perlu Pemerintah untuk membuat regulasi khususnya tentang pengaturan standar harga jual singkong petani.
Menurut Novi Marzani bahwa produksi tepung tapioka sebenarnya hanya diproduksi oleh lima negara didunia, itu artinya lima negara inilah yang menyuplai kebutuhan tepung tapioka dunia, baik untuk konsumsi maupun pabrikan turunannya dan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri sebenernya saja Indonesia masih juga kurang.
Itu artinya bahwa produksi hasil tani singkong adalah produk unggulan daerah dan nasional yang harus dilindungi oleh negara, Pemerintah tidak boleh membiarkan pasar bebas atau dengan alasan free figh kompetition merenggut, memeras petani singkong untuk kepentingan global.
Apalagi ditengah wabah Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, dimana saat ini petani sangat mendambakan perlindungan dari Pemerintah, negara tidak boleh melakukan pembiaran atas prilaku eksploitatif para pabrikan hitam dibumi Lampung khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Tagih Janji Winarti
Sementara Mat Yusuf, petani singkong asal Umbul Sawah, mewakili komunitas petani singkong yang ada di Tulangbawang mengharapkan kepada Pemerintah kabupaten Tulangbawang, terutama Bupati Hj Winarti SE MH, agar dapat membantu memperjuangkan nasib para petani singkong yang ada di kabupaten Tulang Bawang. Karena dalam selogan kampanye 3 Tahun yang lalu, Hj Winarti dan Wakilnya Hendriwansyah (WIN-HEN) akan memperjuangkan dan mensejahterakan para petani singkong.
“Kami berharap kepada Pemerintah daerah khususnya Pemkab Tulangbawang dan Anggota DPRD Tulangbawang yang terhormat jangan diam saja dengan kondisi petani singkong yang saat ini harganya semakin anjlok yang berdampak pada kerugian yang luar biasa. Tidak ada kata untuk bagi petani singkong saat ini. Belum lagi biaya, seperti lahan, ongkos tanam, perawatan pupuk dll,” katanya.
Apalagi, katanya dengan kondisi pandemi Covid-19, yang semua terasa kesulitan, kebutuhan harga bahan pokok harganya naik. “Kami berharap respon Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang bagi para petani singkong, yang memang mengantungkan hidup dengan menanam singkong,” katanya. (red/*)