Bandar Lampung (SL)-Sepanjang tahun 2020, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Lampung mencatat sejumlah hal yang paling menonjol terkait dengan kebijakan dan kasus pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Lampung.
Ada pun salah satunya yaini terkait disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) secara nasional, akan mengancam keberlangsungan lingkungan hidup.
Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri mengatakan, untuk di Provinsi Lampung hal lain yang menonjol terkait revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2018, tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Lampung. Dalam hal ini Walhi meminta DPRD Provinsi Lampung, untuk menghentikan revisi perda tersebut.
“Hal lainnya yang menonjol, kasus penambangan pasir di Lampung Timur yang mengkriminalisasi para nelayan. Kemudian kasus illegal loging di Taman Hutan Raya Wah Abdul Rahman, terdapat dua kasus yang memotong ratusan pohon,” kata Irfan Tri Musri saat ekspos catatan akhir tahun 2020, Selasa 19 Januari 2021.
Selanjutnya ada eksploitasi alih fungsi lahan mangroove di Lampung Selatan. Catatan sementara Walhi, ada sekitar 2.000 hektar hutan mangroove di Lampung. Junlah ini jika dikalkulasikan 30 persen garis pantainya, harusnya mininal ada 4.000 hektar hutan mangroove di Lampung.
“Selain itu, alih fungsi ini akan semakin memperparah kerusakan iklim global. Hal ini dikarenakan pohon mangroove, memiliki cadangan karbon lebih banyak dari tumbuhan dan pepohonan biasanya,” ujar Irfan Tri Musri seperti dilansir lampungpro.co.
Terkait potensi bencana alam di Lampung, saat ini cukup beragam mulai besaran iklim yang berpotensi menimbulkan bencana kekeringan, kebanjiran, hingga abrasi pantai. Kemudian kenaikan permukaan air laut dan lainnya, terutama di Bandar Lampung potensi banjir cukup masif.
Terkait zona merah bencana alam secara spesifik Walhi belum memetakan, tapi yang menjadi perhatian tentu wilayah pesisir Lampung yang berpotensi.