Bandar Lampung (SL)-Majelis Komisioner Bawaslu Provinsi Lampung menyorot kinerja Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bandar Lampung terkait banyak fakta fakta pelanggaran yang terungkap dalam persidangan pelanggaran administratif tersetruktur, sistematis dan massif (TSM). Fakta itu mulai dari 49 ribu C6 yang tidak terdistribusi, keterlibatan perangkat Kelurahan, netralitas ASN, dengan pengelolaan anggaran Rp19 miliar.
Sidang yang dipimpin majelis pemeriksa dari Bawaslu Provinsi Lampung itu berlangsung di Ballroom Hotel Bukit Randu, Selasa 29 Desember 2020 Dalam persidangan, majelis pemeriksa bertanya terkait kinerja lembaga pengawas pemilihan umum Kota Bandarlampung selama tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 berlangsung.
Menurut majelis, berdasarkan fakta persidangan banyak pelanggaran yang terjadi selama tahapan Pilkada kota berlangsung. Mulai dari keberpihakan aparatur pemerintah terhadap pasangan calon kepala daerah atau paslonkada (nomor urut 03, Eva Dwiana – Deddy Amrullah, ref), rapid test gratis untuk saksi salah satu paslonkada, hingga adanya formulir (Fom) C pemberitahuan (surat memilih) yang tidak tersampaikan.
Namun belum ada tindak tegasnya dari Bawaslu Kota bandar Lampung. Kerja Bawaslu Kota hanya sebatas imbauan, dan sosialisasi. Kasus tidak terdistribusinya sekitar 49 ribu formulir C pemberitahuan (surat undangan memilih) ke warga yang berhak menerima, diduga karena keberpihakan petugas Pilkada terhadap salah satu pasangan calon kepala daerah (paslonkada).
Petugas Pilkada (KPPS) di kota Bandar Lampung mayoritas adalah aparatur lingkungan, seperti Ketua RT dan Kepala Lingkungan (Kaling). “Patut diduga yang bukan mendukung calon tertentu, tidak tersampaikan (tidak mendapat C Pemberitahuan). Ini fakta persidangan ya, dan itu bukan hanya keterangan dari satu saksi saja, tapi banyak,” kata anggota majelis sidang Hermansyah.
Menurut Hermasyah, terkait C pemberitahuan, Bawaslu kota juga tidak punya akurasi data. “Maka kami akan menggali ini agar terang benerang. Hanya surat pencegahan, pengawasan. Penindakannya (selama Pilkada, red) belum kita lihat. Berdasarkan fakta persidangan banyak keterlibatan lurah, camat, RT, PKK tersaji disini. Apakah ada di Bawaslu data itu?” tanyanya.
Menjawab Hermasyah, Candrawansyah selaku Ketua Bawaslu Kota Bandar Lmpung menyatakan tidak ada. “tidak ada”. Sebab menurut Candra, dalam regulasi di Perbawaslu tidak mengatur tentang keterlibatan RT/Kaling. “Jangan berdebat peraturan disini, ini masalah aparatur. Kita disini menguji fakta. Tentang rapid test yang gratis saja anda jawab tidak paham,” timpal Hermansyah.
Menurut Hermansyah, keadilan pemilu calon semestinya menjadi prioritas utama dalam kerja Bawaslu kota. Mereka pun, kata dia, semestinya punya inisiatif menegur jika melihat ada kesalahan di depan mata.
Aggota majelis lainnya, Adek Asy’ari juga mempertanyakan kinerja Bawaslu kota dengan anggaran Rp19 miliar yang diterimanya untuk melakukan kinerja Pengawasan. “Apa yang lembaga anda lakukan terkait tidak terdistribusinya 49 ribu form C pemberitahuan itu. Ada atau tidak?” tanyanya.
Candra pun menyebut bahwa berbagai upaya telah dilakukan Bawaslu kota, seperti menyampaikan secara langsung pada KPU Kota Bandar Lampung. Namun menurut Adek, hal itu tidaklah cukup. “Tidak ada penanganan lainnya? Memanggil KPU, melakukan pemeriksaan ke KPU?” ucapnya.
Selain soal formulir C pemberitahuan, Adek juga mempertanyakan soal adanya penghadangan oleh aparatur (camat, lurah) terhadap sosialisasi bakal calon kepala daerah. “Terus apa yang lembaga saudara lakukan terhadap proses penghadangan ini?” tanya Adek.
“Kami kirimkan surat, baik kepada orang yang berpotensi mencalonkan diri dan ASN yang diduga menghalang halangi,” jawab Candra. “Hanya surat saja, tidak ada proses penanganan lebih lanjut?” tanya Adek lagi.
“Kita koordinasikan ke Bawaslu Provinsi, ya kirim surat saja katanya,” timpal Candra.
Ketua Majelis Sidang Fathikhatul Khoiriyah juga sangat menyayangkan, adanya puluhan ribu formulir C pemberitahuan yang tidak terdistribusi ke pemilih. “Secara teknis penyelenggaraan apa yang saudara lakukan, selain menyampaikan dalam pleno. Empat puluh ribu sekian (formulir C pemberitahuan) ini lumayan besar,” ungkapnya.
Maka menurut Khoir, tingkat sensitivitas komisioner Bawaslu kota sebagai pengawas pemilu sangat lemah. “Saudara menganggap 49 ribu (C Pemberitahuan) yang tidak terdistribusi ini hal sepele,” ujarnya.
Padahal, sambung Khoir, meski selalu kita sosialisasikan bahwa c pemberitahuan bukan undangan memilih tapi masyarakat masih sangat tergantung dengan ini. “Ini kita urai karena saksi fakta di sini tidak mendapat C pemberitahuan, dan ini dikaitkan karena mereka (tidak mendapat C pemberitahuan) karena dianggap tidak punya pilihan yang sama,” katanya. (Red)