Jakarta (SL)-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam narasi yang diciptakan polisi Polda Lampung bahwa pelajar yang ikut demonstrasi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja akan dicatat kriminal dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan polisi tidak berhak langsung mencap pelajar yang ikut demo merupakan kriminal. Sebab beberapa dari pelajar itu tidak melakukan tindak pidana saat demonstrasi namun diamankan polisi.
“Apalagi banyak diantaranya belum sempat unjuk rasa tapi sudah diamankan oleh pihak kepolisian sebelum tiba di lokasi demo. Anak-anak tersebut tidak melakukan tindakan pidana, hak mereka mendapatkan SKCK kelak tidak boleh dihambat oleh Kepolisian,” kata Retno di Jakarta, Rabu 14 Oktober 2020.
Retno menjamin meski membahayakan keselamatan anak dan cenderung tidak terikat dengan substansi tuntutan demonstrasi, anak-anak tetap memiliki hak konstitusi untuk menyampaikan pendapat dan dilindungi Undang-Undang 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Usia yang masih anak, memang mudah sekali diprovokasi ikut demo oleh kelompoknya sebagai bentuk solidaritas. Mereka kerap tak mengerti bahaya, namun mereka tak memiliki niat jahat untuk berbuat onar, hanya ikut-ikutan, mereka seharusnya tidak dicatat kriminal,” tegasnya.
Retno meminta setiap anak yang memang terbukti melakukan anarkis harus ditindak sesuai Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). “Selesaikan masalah anak-anak pendemo yang terbukti rusuh, melakukan kekerasan, melakukan pembakaran, dan tindak pidana lainnya sesuai peraturan perundangan yang ada,” pungkas Retno.
Sebelumnya Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Pandra Arsyad menyatakan pelajar sekolah di Provinsi Lampung yang kedapatan ikut serta dalam demo berujung anarkis diancam tidak bisa mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Pihak Kepolisian menyebut nama para pelajar akan dicatat sehingga begitu lulus sekolah tak mendapatkan SKCK untuk melamar kerja.
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, mengatakaan itu saat dimintai tanggapannya terkait upaya Kepolisian dalam mencegah agar tidak ada aksi unjuk rasa susulan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Senin 12 Oktober 2020. “Kalau mereka (pelajar yang diamankan) sudah masuk dalam pemantauan kami dan sudah kami catat identitasnya. Apabila kembali melakukan suatu aksi yang berakhir dengan anarkis, hal itu akan berpengaruh terhadap SKCK,” jelas Pandra.
Pandra pun mengimbau kepada para pelajar untuk tak turun unjuk rasa. Dan menyatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Lampung dan kabupaten/kota. “Pesan saya kepada seluruh pelajar lebih baik belajar, nggak usah ikut-ikut demo, karena kalian harapan bangsa ini di masa mendatang,” pesan Pandra.
Dalam aksi demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 7-8 Oktober 2020 lalu, kata Pandra, sebanyak 232 orang diamankan. “Dari ratusan orang yang diamankan itu, 90 persen adalah pelajar. Yang 10 orang masih diperiksa, sedangkan 262 sudah dikembalikan ke orang tuanya dan pihak sekolah,” ujarnya.
Hal yang diungkapkan Kapolres Metro Tangerang Kota, Kombes Sugeng Haryanto mengancam akan mempersulit pelajar untuk mendapatkan SKCK jika mereka ketahuan ikut demo UU Cipta Kerja. “Mereka yang sudah diamankan akan te-record di intel dan ini menjadi catatan tersendiri ketika mereka mau mencari pekerjaan. Nah ini tolong menjadi perhatian orang tua untuk memperhatikan hal ini. Ini akan menyulitkan adik-adik nanti ketika mau lulus juga,” kata Sugeng, Selasa 13 Oktober 2020. (suara/red)