Bandar Lampung (SL)-Lembaga Swadaya Masyarakat Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Independen Pemantau Anggaran Negara (LSM DPP LIPAN) Indonesia mempertanyakan proses hukum laporan dugaan ijazah asli tapi palsu (Aspal) paket C anggota DPRD Lampung Barat di Polda Lampung sejak satu tahun lalu.
Baca: Proses Hukum Ijazah Palsu Oknum Anggota DPRD Lampung Barat Mandek di Polda, Masa LIPAN Unjukrasa
Koordinator Wilayah (LIPAN) Lampung Mintaria Gunadi mewakili pelapor Dedy Tisna Amijaya ST juga melayangkan surat dengan Nomor : 012.10/P-I/DPP-LIPAN/ Indonesia/ X/2020 kepada Kapolda Lampung, Senin 12 Oktober 2020.
“Saya datang ke Polda Lampung mewakili Ketua Umum DPP-LIPAN Indonesia dan Pelapor Ketua Harian DPP-LIPAN Indonesia Dedy Tisna Amijaya ST, untuk menpertanyakan sejauh mana hasil penyidikan dan pembicaraan singkat pasca aksi 3 September 2020 lalu,” kata Mintaria Gunadi, di halaman Mapolda Lampung.
Pihaknya sudah menyurati Kasubdit I Kanit II, meminta penyidik Polda Lampung segera meningkatkan setatus oknum anggota DPRD Lampung Barat Sarjono dan rekannya, yang terlibat sebagaai pemberi dan peneriam atau pengguna ijazah palsu itu.
”Kami sangat menyayangkan atas keragu raguan penyidik Subdit I Unit II dalam menetapkan tersangka kepada kedua terlapor yang di duga telah menyalahgunakan surat asli tapi palsu atau martabat palsu seakan asli. Karena jelas berdampak pada kerugian negara akibat dari perbuatan kedua terlapor pemberi dan pengguna Ijazah palsu,” katanya.
Menurut Gunadi, berdasarkan dua alat bukti yang sudah ada, dianggap cukup menjadi rujukan, sebagaiman yang tertuang dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana (KUHAP) yang menyebutkan, Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat Petunjuk dan Keterangan Terdakwa. “Sudah dapat menjadi rujukan yang kuat sebagaima hak seorang untuk melapor atau dugaan yang disangkakan kepada terlapor, di jadikan langkah-langkah menjamin kepastian hukum,” katanya.
Dan selanjutnya pada Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (PERKAPOLRI) Nomor 14 Tahun 2014,Pasal 31 Ayat menyebutkan semenjak di terbitkan surat perintah penyidikan maka waktu yang sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) Penyidikan 120 hari untuk masa Penyidikan perkara sangat sulit, 90 hari untuk masa Penyidikan perkara sulit, 60 hari untuk masa Penyidikan perkara sedang, 30 hari untuk masa Penyidikan mudah.
Namun sampai saat ini terhitung sejak di terbitkan surat perintah penyidikan pada tanggal 24 Febuari 2020 sudah terhintung 240 ditambah 300 hari belum juga mendapatkan kepastian hukum, “Tentunya ini membuat suatu opini Public ketidak percayaan dengan Hukum,” ujar Gunadi.
Gunadi sangat berharap dari apa yang ditanyakan kepada Penyidik dan pejabat Polda Lampung, dalam waktu dekat ini mereka mendapatkan jawaban. “Sebagaima yang kami harapkan. Khususnya menjawab semua keragu-raguan masyarakat Lampung Barat selama ini,” katanya. (Red)