Bandar Lampung (SL)-Syamsul Arifin ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan LP Nomor: LP/84/II/2013/LPG/SPKT tanggal 12 Februari 2013, dengan pelapor Napoli Situmorang yang mengadukan dugaan tindak pidana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE atau kasus Lex Specialis/Kriminal Khusus.
Atas laporan ini, penyidik, mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan nomor: SP.Sidik /50/II/2013/Ditreskrimsus tanggal 15 Februari 2013 yang ditandatangani Kasubdit II Krimsus AKBP J. David Siregar. Surat perintah penyidikan dikeluarkan hanya selisih dua hari setelah laporan polisi.
Disurat itu dijelaskan dugaan tindak pidana ITE berupa dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud di Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE dan atau Pasal 310 KUHP.
Selanjutnya penyidik mengeluarkan Surat Panggilan I (Pertama) langsung sebagai tersangka sesuai surat: Sp.Pgl/190/III/SUBDIT-II/Ditreskrimsus tanggal 25 Maret 2013. Di Surat Panggilan pertama, kliennya diminta hadir sebagai tersangka hari Kamis, 28 Maret 2013. Surat ini ditandatangani Wadir Krimsus atas nama AKBP Drs. Bahagia Dachi, S.H.,M.H;.
Kemudian penyidik kembali mengeluarkan surat Panggilan II (Kedua) Nomor: Sp.Pgl/190a/III/SUBDIT-II/Ditreskrimsus tanggal 27 Maret 2013 atau dua hari dari surat panggilan pertama. Bukan dua hari dari jadwal pemeriksaan pertama. Di surat panggilan kedua, kliennya dipanggil hadir sebagai tersangka, Selasa, 02 April 2013.
“Untuk diketahui klien kami tak pernah diperiksa di tahap interogasi/undangan status sebagai saksi. Melainkan langsung tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup. Dan klien kami tak pernah dilaporkan delik aduan pasal 335 KUHP. Termasuk percampuran pidana khusus dan umum yang pencarian alat bukti tak sesuai hukum. “Misalnya di tahap perintah penyidikan menggunakan pasal 310 KUHP dan setelah naik status tersangka jadi menggunakan Pasal 335 KUHP,” kata kuasa hukum Syamsul Arifin, David Sihombing dan Ziggy Zeaoryzabrizkie, SH, MM,.
“Ini janggal. Dengan muncul pasal 335 KUHP yang tak pernah dilaporkan, maka tak mungkin secara logika hukum dan fakta ada bukti permulaan yang cukup karena pencarian semua alat bukti hanya dari yang mengadukan. Artinya penyidik telah menciptakan sendiri pasal yang tak pernah dilaporkan, yang menandakan tidak adanya alat bukti permulaan yang cukup,” tambahnya.
Ziggy Zeaoryzabrizkie, menambahkan jika tidak halangan, Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang menggelar sidang praperadilan No 09/Pid.PRA/2020/PN.Tjk oleh tersangka Syamsul Arifin, Selasa 6 Oktober 2020. Kliennya menggugat penetapan sebagai tersangka pelanggaran UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh penyidik Polda Lampung. “Semua bukti akan kita tunjukan kepada hakim PN Tanjungkarang yang memeriksa dan menyidangkan perkara terkait keganjilan yang ada,” terangnya..
Ziggy Zeaoryzabrizkie, menguraikan keganjilan itu antara lain diketahui dari beberapa berkas. Dimana mulai laporan pelapor ke Polda Lampung sampai keluar Surat Perintah Penyidikan yang hanya selang dua hari. Uniknya lagi, ada Surat Panggilan Sp.Pgl/190/III/SUBDIT-II/2013/Ditreskrimsus tanggal 25 Maret 2013 yang minta kliennya hadir 28 Maret 2013. Tapi sebelum 28 Maret 2013, tanggal 27 Maret 2013, sudah terbit surat panggilan kedua nomor Sp.Pgl/190a/III/SUBDIT-II/2013/Ditreskrimsus.
“Sangat tidak umum proses cepat sekali. Apalagi ini delik aduan yang tergolong tindak pidana khusus yang proses cukup rumit. Selain itu, penambahan pasal yang mencampurkan pasal pidana khusus dan pidana umum dirasa janggal. Meski pelapor hanya melaporkan pelanggaran UU No. 11 Tahun 2008, tapi kemudian ditambah pasal dari KUHP,” urainya.
Begitu juga penetapan P21 yang sudah diberikan lewat surat No. B-2271/N.8.4/Euh.1/6/2013 dari Kejati Lampung, 21 Juni 2013 juga semakin membuat tindakan polisi semakin terasa aneh. “Setelah klien kami dinyatakan kabur 18 Juli 2013 dan penyidikan selesai. Tapi pihak kepolisiam masih mengeluarkan perintah penggeledahan rangka penyidikan, tanpa izin Ketua PN,” kata Ziggy.
Begitu juga penetapan P21 yang sudah diberikan lewat surat No. B-2271/N.8.4/Euh.1/6/2013 dari Kejati Lampung, 21 Juni 2013 juga semakin membuat tindakan polisi semakin terasa mengganjal. “Dikatakan klien kami kabur usai gagal dijemput paksa 18 Juli 2013 itu yang teman media sempat beritakan dulu. Penyidikan selesai, tapi masih mengeluarkan perintah penggeledahan rangka penyidikan, tanpa izin Ketua Pengadilan. Prosedur sudah cacat sejak awal, tidak bisa kita katakan telah dilakukan pemanggilan secara patut. Lalu apa pretensinya menerbitkan DPO,” tegasnya.
Karena itu David dan Ziggy Zeaoryzabrizkie, berharap masyarakat memberi perhatian serius di kasus ini. Dia pun memohon hakim yang memeriksa perkara dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya. “Saya belum mau masuk pokok perkara, misalnya soal makna kata-kata yang disebut menghina, menista atau mencemarkan nama baik. Kita bisa berdebat panjang,” urainya.
“Tapi yang kami soal kelaziman prosedur penyidikan serta pemanggilan yang terkesan “sewenang-wenang”. Bagaimana jika ini menimpa kita semua, termasuk teman jurnalis atau aktivis penggiat demokrasi. Yang baru diadukan dan langsung jadi tersangka. Proses ini yang harus kita koreksi. Dan tempatnya lewat prapadilan,” paparnya.
Berdasar alasan ini, David dan Ziggy Zeaoryzabrizkie, juga memohon Ketua PN Tanjungkarang Cq. hakim tunggal praperadilan yang memeriksa dan mengadili untuk mengabulkan permohonan seluruhnya. Diantaranya menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik /50/II/2013/Ditreskrimsus tanggal 15 Februari 2013 atas dasar LP Nomor: LP/84/II/2013/LPG/SPKT tanggal 12 Februari 2013 dengan Terlapor Syamsul Arifin dan Pelapor bernama Napoli Situmorang terkait Perkara dugaan tindak pidana ITE dan/atau Pasal 310 KUHP adalah tidak sah.(red)