Bandar Lampung (SL)-Pemerintahan Kabupaten Pesisir Barat dibawah kepemimpinan Agus Istiqlal dan Herlina, menjadi Kabupaten dengan pengelolaan pemerintahan terburuk, versi penilaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. KPK menempatkan Pesisir Barat terburuk dalam pengelolaan pemerintahan.
Menyusul kemudian, Kabupaten Lampung Utara dan Lampung Timur. “Pengelolaan pemerintahan terburuk adalah Kabupaten Pesisir Barat, kedua Lampung Utara, dan ketiga Lampung Timur,” kata Dian Patria, Selasa (19/11).
Satgas Kordinasi dan Supervisi (Kasatgas Korsupgah) Wilayah III KPK itu mengatakan indikatornya perencanaan penganggaran, pengadaan barang dan jasa, perizinan, kapasitas APIP, internal inspektorat, manajemen sebagian usaha, pajak daerah, dana desa dan aset.
Selanjutnya, kata Dian Patria, peringkat keempat diduduki Kabupaten Lampung Selatan. Di dua kabupaten, Lampung Utara dan Lampung Selatan, kedua bupatinya telah dikurung KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT). Sedangkan Kabupaten Pesisir Barat saat ini dipimpin pasangan kepala daerah Agus Istiqlal-Erlina.
Selain penilaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kabupaten Pesisir Barat terburuk dari seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung dalam pengelolaan pemerintahan. Penilaian terhadap seluruh daerah di Provinsi tersebut berdasarkan delapan indikator, diantaranya perencanaan dan penganggaran, pengadaan barang dan jasa.
Selain itu juga, perizinan, penigkatan kapabilitas aktif, pengawasan internal atau Inspektorat, Manajemem Sumber Daya Manusia, pajak daerah, serta dana desa dan aset. “Dari hasil penilaian, Kabupaten dengan nilai terburuk di Lampung adalah Pesisir Barat,” ungkapnya.
Setelah Kabupaten yang dinahkodai Bupati Agus Istiqlal itu mendapat predikat terburuk, lalu urutan kedua Lampung Utara, ketiga Lampung Timur, dan keempat adalah Kabupaten Lampung Selatan. KPK terus berusaha melakukan pencegahan dan supervisi terhadap pemerintah kabupaten/kota di Lampung, kata Dian Patria.
Pasca penindakan (OTT) beberapa waktu lalu, Dian menambahkan, pihaknya terus melakukan monitoring proses pencegahan yang dilakukan agar tidak ada kembali kejadian OTT. “Terlebih kita menilai pengelolaan delapan indikator ini masih buruk, dan kedepan agar proses pencegahan dapat lebih baik lagi,” ujarnya. (Red)