Tanggamus (SL)-Ratusan hektar tanaman pepaya layu dan mati terserang hama penyakit virus PRSV (Pepaya Ring Spot Virus), Bakteri/Busuk Akar dan Pangkal Batang (Phytophthora palmivora dan Pythium sp.) dan Lalat buah (Bactrocera). Hal ini terjadi pada tanaman pepaya di Pekon Way panas, Sampang Turus, Padang Manis, Pekon Balak, Padang Ratu dan beberapa pekon diwilayah Kecamatan Wonosobo, Senin (18-11-2019)

Tanaman pepaya diserang hama sudah dua tahun hingga sekarang, padahal petani sudah berupaya melakukan pencegahan hingga pembasmian hama dengan cara perawatatan saat pembibitan, pemupukan hinggga penyemprotan insektisida maupun fungisida secara teratur, namun semuanya tidak membuahkan hasil.
“Kami sudah tiga kali mekakukan penanaman pepaya, dari umur satu bulan hingga tujuh bulan perkembangan tanaman sangat baik, tetapi menginjak mulai memetik hasilnya satu persatu pohon pepaya kami mulai layu, terkihat dari pupus daun yang mulai mengering dan akhirnya mati. Dan kami tanam lagi hingga tiga kali dalam dua tahun ini, sedih rasanya,” ungkap Hambali, petani pepaya di Pekon (desa) Way Panas, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus.
“Saya berharap kepada Pemkab dan dinas pertanian untuk dapat membantu mengatasi permasalahan ini karena sampai saat ini belum ketemu obat yang dapat membunuh hama pada pepaya ini,” tambahnya.
Di tempat berbeda Husni Tamrin, salah satu aparat pekon dan merupakan petani pepaya mengatakan hama pada tanaman pepaya yang terjadi sejak 3 tahun lalu hal ini sangat memukul para petani, karena kerugian yang diderita jumlahnya tidaklah sedikit. Puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah hilang begitu saja. Bahkan ada petani gagal total dan tak satupun buah pepaya yang dapat dipetik.
Hal tersebut di benarkan oleh Hasbuloh ketua kelompok tani Sidomulyo pekon Way Panas, “Dulu kami di pekon ini adalah petani kakao karena terserang hama kamipun beralih ke tanaman pepaya, awalnya sangat baik dan untuk pendapatan sangat menjanjikan, dimana permintaan pasar yang bagus dan di dukung dengan harga yang bagus pula, apalagi buah pepaya kita termasuk yang super di banding dengan wilayah lain,” katanya.
“Waktu itu banyak yang sukses, banyak petani yang membuat rumah dengan hasil pepaya bagai mana tidak pertumbuhan perekonomian warga way panas sangat pesat dalam setiap hari disini puluhan ton pepaya bisa dihasilkan tapi 3 tahun belakangan kami mengalami penurunan drastis karena pepaya di daerah sini banyak yang mati, dan masih hidupun buahnya banyak busuk di batang karena lalat buah,” jelas Hasbuloh (18/11/19) di areal perkebunan pepaya miliknya.
“Terus terang selama ini kami belum pernah kedatangan dan mendapatkan pengarahan dari penyuluh pertanian lapangan (PPL) sebagai pendamping petani. Maka dari itu para petani pepaya khususnya di Pekon Way panas sangat membutuhkan peran pemerintah ,karena selama ini kami hanya mengikuti saran dari pemilik toko obat-obatan saja dalam mengatasi hama tersebut,” Imbuhnya.
Saat di konfimasi salah satu tenaga PPL yang tidak mau disebut namanya kepada Sinarlampung.com (15/11/19),menjelaskan bahwa untuk Kecamatan Wonosobo hanya terdiri dari dari 28 desa/pekon dengan 5 orang tenaga PPL, dan satu yang ASN yang lain tenaga kontrak,
“Kami di kecamatan Wonosobo ini hanya ada 5 orang yang harus berkeliling di 28 pekon dengan luas wilayah pertanian sawah 1800 ha sawah belum lagi perkebunan dan tanaman hortikultura, rasanya tidak sebanding dengan luas wilayah. sedangkan program untuk itu dari pemkab tidak ada,bahkan mengenai laporan sampai pusat kondisi hasil pertanian tidak ada masalah bahkan cenderung naik karena data yang mereka percaya adalah laporan dari BPS sedang laporan kami yang dilapangan mengenai permasalahan yang ada tidak pernah di tanggapi,” jelasnya
“Kami mau turun kebawah jadi bingung karena laporan kami itu gak pernah ditanggapi dan progam-program pertanian serta batuan dari kabupaten untuk petani kami kurang paham, sehingga kerjaan kami hanya mondar-mandir kaya orang main.” terangnya. (hardi/wisnu)