Bandar Lampung (SL)-Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Pengadilan Negeri Sukadana Lampung Timur mulai melakukan persidangan terkait gugatan korban AJB Palsu yang di gunakan oknum Jaksa Dicky Zaharudin, untuk cairkan dana ganti rugi lahan terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Gerak Jabung (BGJ) Lampung Timur, sejak 24 Oktober 2019.
Kuasa Hukum Hi Suwardi Ibrahim, David Sihombing mengatakan bahwa, perkara dugaan Korupsi sudah masuk di Ditkrimsus Polda Lampung, namun hingga saat ini belum ada perkembangan informasinya, apakah sudah ada pemanggilan atau belum.
“Tapi, Perkara diluar itu, saat ini telah berlanjut dengan agenda sidang di Pengadilan Negeri Tanjung Karang (Sidang Perdana) pada 24 Oktober 2019 lalu. Ditanggal yang sama, juga berlangsung sidang di Pengadilan Negeri Lampung Timur. Keduanya sidang perdana dan proses mediasi,” kata David.
Menurut David, untuk di PN Lamtim, sidang dihadiri dari pihak PPK UPT Way Mesuji-Sekampung Balai Besar atas nama Agus Heru. Untuk sidang PN Tanjung Karang dengan PPK yang sama dengan kuasa hukumnya atas nama Frans. “Dihadirkan juga perwakilan dari Kementrian PUPR. Sesuai jadwal sidang di PN Tanjung Karang akan berlanjut pada Kamis, 31 Oktober 2019 agenda Mediasi. Kemudian di PN Lampung Timur pada tanggal 07 November 2019,” katanya.
Kasus AJB Palsu
Hingga Ditreskrimum Polda Lampung, masih melakukan proses penyidikan dalam kasus dugaan AJB Palsu, terkait proses ganti kerugian objek lahan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Gerak Jabung, Sumber Rejo, Waway Karya, Kabupaten Lampung Timur. Penyidikan melakukan pemanggilan terhadap Dicky Zaharudin, Kepala ATR/BPN Lampung Timur Mangara Manurung dan Suhadi serta pihak terkait.
“Saat ini Tim Ditreskrimum masih melakukan pendalaman atas perkara tersebut, yang mana tahap saat ini adalah proses kelengkapan data atau P19. Sesuai petunjuk Kejaksaan Negeri Tanjung Karang. Didalamnya akan dilakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait, termasuk Pihak BPN Lamtim dan Dicky Zaharudin,” kata Dirkrmum Kombes Pol M Barly mewakili Kapolda Lampung, di ruang kerjanya, Jumat, 11 Oktober 2019 lalu.
M. Barly menjelaskan, sejauh ini prosesnya masih terus berjalan. Untuk Dicky Zaharudin sudah dilayangkan surat panggilan kedua. Saat ini juga, sebagaimana informasi yang diterima, Dicky Zaharudin sedang menjalani proses pemanggilan pihak Kejaksaan Agung dalam hal ini Jamwas.
Barly menjelaskan perkara yang di tangani saat ini, sebenarnya belum pernah P21 atau dianggap lengkap, melainkan proses masih berjalan atau istilahnya tahap Sidik. Terkait Dicky Zaharudin, setelah dikoordinasikan dengan Kejagung, bisa dilakukan pemanggilan dengan tidak mengatas namakan jabatan institusi.
“Pada dasarnya, dalam perkara ini prosesnya masih sidik sesuai dengan petunjuk dari kejaksaan untuk kelengkapan berkas yang di perlukan. Percayakan saja pada kami bahwa, perkara ini terus diproses, termasuk juga mengangkat pihak-pihak yang terkait dalam perkara ini,” tandasnya.
Saat ini, Proses pencairan dana ganti rugi terdampak Bendungan Gerak Jabung (BGJ) yang diduga menggunakan AJB palsu oleh oknum jaksa Dicky Zaharudin dengan indikasi konspirasi Kepala BPN Lampung Timur, Mangara Manurung dan Kasi Urusan Pengadaan Tanah Suhadi di Bank BRI Cabang Tanjung Karang, sebesar Rp21 Milliar, sudah dua kali tertunda.
Muncul kabar adanya kontrak penyimpanan uang negara atas ganti rugi lahan proyek BGJ di BRI akan di pindah cairkan ke Bank BTN. Beberapa waktu lalu, Bank BRI sempat melakukan pencairan anggaran negara untuk ganti kerugian lahan atas proyek Bendungan Gerak Jabung (BGJ), yang dilakukan diluar jam kerja.
Intruksi pencairan atas perintah pihak Balai Besar Way Mesuji-Sekampung, dengan menggunakan AJB yang diduga palsu dan masih sengketa konsinasi Pengadilan Negeri, serta masih tahap proses di Polda Lampung serta Kejati. Pencairan di lakukan pada malam hari sekitar pukul 23.00 WIB tanggal 11 Maret 2019, sebesar Rp60 Milliar.
Muncul indikasi kerjasama antara pihak Balai Besar (Yonsen) dengan oknum pihak BRI Cabang Tanjung Karang dengan fee Rp250 Juta, yang dikirim melalui rekening salah satu pegawai Bank BRI.
Bahka informasi lain menyebutkan, terindikasi ada bagi- bagi hasil antara penerima ganti rugi lahan BGJ, senilai sebesar 50% dari jumlah nilai yang diterima tiap-tiap penerima hak ganti rugi. Hal ini diakui oleh Dicky Zaharudin saat di hubungi via Telephonenya, beberapa waktu lalu.
“Pembagian 50% sudah sesuai kesepakatan bersama dengan penerima ganti rugi. Soal beberapa orang penerima yang tidak bisa mencairkan uang ganti ruginya, karena tidak mau menepati kesepakatan, membagi 50% tersebut, maka ditahan sementara,” ungkap Dicky. (Tim/red)
