Pontianak (SL) – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia perjuangan (DPD PDIP) Provinsi Kalimantan Barat Drs Comelis MH marespon hasil Survei LSI Denny JA dan Poltracking tentang hasil Pilkada Kalbar, Sabtu (29/6/2018) dalam kompresi pressnya.
Sekretariat DPD PDIP Provinsi Kalimantan Barat, jalan Sultan Abdurahman, yang akhirnya diklaim sebagai kemenangan hasil akademik, ingin memberitahukan bahwa metode riset Survei adalah metode riset yang paling lemah dalam konteks akademik.
Metode survei baru bisa dikatakan bernilai akademik bila data survei itu diintegrasikan dengan data observasi, dalam konteks Pilkada Kalbar, data observasi itu harus meliputi wilayah keseluruhan Kalbar.
Ada empat komponen alasan yang menyebabkan metode survei seringkali tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik.
Pertama coverage error, ini merujuk pada luasnya respondent yang harus dicakup dalam survei, misalnya Pilkada Gubenur Kalbar ada sekitar 11.500 TPS. Tetapi survei untuk QC hanya mensurvei 350 TPS. Ini berarti kurang dari 5% populasi respondent maka jelas ini tidak bisa diterima secara akademik yang datanya solid.
Kedua, disamping error. Ini merujuk pada sistim sample random yang seharusnya merata, bukan berpusat pada tempat tertentu yang akhirnya tidak mewakili respondent yang luas, apakah sistim random sample yang dlbuat oleh kedua lembaga survei di atas benar-benar disebar? Atau hanya ambil sample pada tempat-tempat tertentu saja? Kalau tidak mewakili semua wilayah dalam sistim randomnya maka data yang dihasilkan itu manipulatif dan tidak bisa diterima secara akademik.
Ketiga, non response error. Ini merujuk pada data tidak dikumpulkan mewakili semua respondent yang sedang menjadi objek penelitian. Dari jumlah TPS yang jadi sampling, responden sebanyak sekitar 350 an TPS, maka jelas error itu terjadi dan tidak bisa diterima secara akademik.
Keempat, measurement error. Ini merujuk pada motivasi peneliti dalam menafsirkan atau menggiring hasil survei, terserah si peneliti. Dalam konteks PiIkada Gubernur Kalbar, jelas sekali bahwa kedua lembaga survei itu adalah konsultan politik lawan tandingnya maka pengukuran hasil survei, pasti bisa demi kepentingan diri mereka scndiri. Ucapnya dalam keterangan kompresi press, lanjutnya sehingga ini jelas Merupakan kejahatan akademik, jangankan bernilai akademik, ini survei kejahatan akademik.
“Menurut Master, Akademik adalah proses dimana kita mengetahui sebuah kebenaran, tapi yang dilakukan survei kedua lembaga LSI dan Poltracking adalah proses membenarkan hipotesis diri sendiri atau membuat benar diri sendiri, dalam hal ini kebenaran pasangan kami menang dan akhirnya klaim menyebutkan bahwa pasangan Sutarmiji-Norsan Sudah menang secara akademik adalah klaim yang membajak hak warga Kalbar yang tidak bisa dibenarkan, warga Kalbar yang di bajak haknya diangap bodoh dan dianggap tidak mengerti prinsip-prinsip akademik,” ujarnya. (Hendri)