Jakarta (SL)-Ketua Dewan Kehorman PWI Pusat Ilham Bintang mengingatkan agar setiap informasi yang disampaikan ke publik harus berdasarkan data akurat dan fakta kebenaran. Sehingga, siapapun yang memuat berita dan dimuat di media manapun yang tidak didasari dua hal itu adalah kebohohang publik.
“Itu sama dengan menyebarkan hate speech yang menjadi musuh kita, musuh semua umat manusia,” kata Ilham Bintang, dalam acara Rakernas DKP se-Indonesia, Jakarta, Selasa (12/12).
Ilham menekankan, agar setiap informasi yang disampaikan ke publik harus berdasarkan data. “Bicara dengan data sesungguhnya adalah bicara mengenai masalah kompleks yang dihadapi seluruh bangsa Indonesia saat ini, dan juga seluruh bangsa di dunia. Ironinya semua itu terjadi justru setelah kita memasuki era tehnologi informasi, era yang memudahkan kita memperoleh informasi tentang apapun, di manapun dan kapan pun,” katanya.
Ilham Bintang mencontohkan, bagaimana mudahnya seseorang membuat opini untuk mendiskreditkan satu pihak di media sosial. Sama mudahnya dengan penyebarannya yang berantai melalui prangkat smartphone. Yang menyedihkan, media mainstream sering ikut menari di gendang itu. Sebagian ikut pula menyebarluaskan tanpa verifikasi.
Kalaupun dilakukan verifikasi, tapi konfirmasi yang dilakukan seadanya. Tidak sampai meletakkan duduk perkara secara seutuhnya. Verifikasi hanya terkesan untuk melindungi diri supaya tidak ikut disalahkan sebagai penyebar hoax.
Belakangan, lebih menyesakkan dada, lanjutnya, prakteknya terbalik. Sebagian media mainstream justru meniru semangat pekerja sosial. Yang penting penyebaran berita berunsur sensasi secepatnya supaya banyak dapat hits atau like.
Padahal, jelas praktek itu berpotensi melanggar kode etik karena lebih mendahulukan kecepatan daripada ketepatan. Maka, publik pun terbiasa menyaksikan media mainstream meralat sendiri beritanya.
“Belum lagi kita menghitung kerusakan yang timbul akibat berita pertama, berita yang salah tadi. Biasa dipahami jika sebagaian masyarakat yang apatis memilih melapor kepihak yang berwajib. Daripada mengikuti mekanisme hak jawab, atau mengadu ke dewan pers, seperti yang dianjurkan petinggi dunia pers, sebagai jalan keluar bagi korban pemberitaan. Dan itu sah menurut UU,” katanya. (rls/nt)